Akhirnya aku bertanya kepada murabbiku.
Sebelumnya, aku tak habis pikir jika pertemuan antara pemudi-pemudi dewasa tak jauh dari perbincangan "pernikahan".
Membuat lebam telinga, terkadang. Belakangan ini aku kurang suka membicarakannya, apalagi yang membicarakan laki-laki. Karena darpada membicarakannya, menurutku lebih baik mempersiapkannya! Biar gag terlilit gelisah.
Hingga pada akhirnya aku menyimpulkan bahwa sebuah ketidakpastian itu perlu untuk dikaji atau mungkin dipertanyakan adanya, entah untuk memperoleh lawannya (read: kepastian) atau hanya sebatas untuk pelebur batas gelisah atau ketenangan belaka atau mungkin menjadi sebuah keberanian untuk bertindak menunaikan yang lurus.
"Mbak, kapan wanita berhak meminta kepastian kepada seseorang yang dicintai dan mencintanya? atau boleh kah bertanya tentang sebuah kepastian kepada 'seseorang' yang belum mahramnya?"
"Mencintai dan dicintai karena Allah itu menikah." jawabnya tegas. "Jodoh itu kita tidak tau dengan siapa, jangan terpaku pada seorang sosok, karena bisa jadi bukan dia yang Allah pilih untuk menjadi imam kita. Wallohualam." tambahnya. "Kalau tentang boleh atau tidak. Boleh, insyaAllah, tapi tidak boleh berlama-lama."
Kita sharing beberapa hal selainnya malam ini.
Cukup mengobati kegelisahan, menguatkan keyakinan, atau sekedar menegaskan diri perlahan.
Tapi, banyak yang masih ingin kupertanyakan. Hahahaha. MencintaiNya, mencintai dia karenaNya dengan cara terbaik itu butuh ilmu.
Komentar
Posting Komentar