Terkadang aku memilih menghabiskan waktuku untuk tidur saja daripada memikirkan suatu hal yang rumit. Aku tidur dan ingin bangun tatkala hal rumit itu pulang ke rumahnya. Tapi tak semudah itu. Saat aku bangun hal-hal rumit yang kutinggal pergi semakin melahirkan hal rumit lainnya. Akupun akhirnya pasrah dan merasa bertanggungjawab untuk merawatnya. Menghadapinya satu per satu.
Ternyata menghadapi hal yang rumit adalah salah satu cara yang memampukan kita menciptakan kesederhanaan.
Menyederhanakan, menyederhanakan dan menyederhanakan.
Saat ini segala hal yang dulu kuanggap rumit alhamdulillah semakin sederhana. Sederhana dalam menyikapinya, merasakannya, atau menikmatinya. Aku tak repot lagi mencari situasi baru karena situasi sekarang kurasa jauh lebih adil bagiku, jika aku mau menerka-nerka tujuan Tuhan.
Salah satu hal yang membuatku rumit adalah dahulu kupikir aku tak perlu berinteraksi dengan lelaki. Bukankah itu sangat meresahkan? Apalagi yang belum membaca tata tertib dari Tuhan? Aku takut dianggap pendiam, aku takut dianggap sok alim, aku takut mereka tidak ingin berteman denganku karena aku sebegitunya menjaga. Aku tak mau bersalaman, boncengan, bahkan aku tak bisa dan tak akan fleksibel dengan mereka kecuali dia adalah suamiku atau muhrimku. Oleh sebab itu aku hanya menghabiskan waktu sedikit dan seperlunya kepada kaum Adam. Aku jarang bermain dengan mereka, jarang bertukar pandangan, ataupun berbagi banyak hal. Sehingga ketika aku ada dalam situasi yang menuntutku untuk berinteraksi dengan mereka, hal itu terasa sangat sulit.
Tapi pada akhirnya aku bisa melawan rasa takut itu. Aku sadar. Tuhan membantuku melalui berbagai cara. Ia hadirkan banyak orang baik di sekitarku yang membelajarkan tentang begitu pentingnya berkomunikasi dengan orang lain. Aku mulai membuka pikiran saat itu juga. Dan sayangnya baru sekarang aku menyadari bahwa hal itu tidak perlu ditakutkan. Berbagi dan menemukan perbedaan pandangan sangatlah asik.
Karena baru menyadari sekarang, aku belum menemukan banyak. Tak apa, setidaknya aku pernah menemukan. Teman-temanku selalu membantuku dalam mengubah sudut pandangku, dari yang dulunya negatif, idealis sekarang jauh lebih terbuka dan fleksibel.
Sesekali aku menemukan seorang yang pandangannya jauh berbeda denganku, tapi dia sangat menghargai caraku dalam mengemukakannya. Sekali aku menemukan persamaan antara aku dan dia, saat itu aku ingin lagi dan lagi menemukan persamaan yang lain.
Kau sempat bilang padaku bahwa perempuan itu rumit dan nyusahin. Aku menertawakanmu, karena sesungguhnya pikiranmu lah yang terlalu rumit dalam memahami kami. Kau mengganggguk, hahaha itulah yang aku tunggu. Anggukanmu.
Perbincangan waktu itu menjadi perbincangan yang menjadi candu dalam hidupku. Iya, aku butuh teman diskusi sepertimu. Jujur dan tulus dari dalam hati.
Mungkin kau akan menertawakan ketika kau tau aku mencintai seseorang hampir tiga tahun lamanya. Kau mungkin akan bertanya, untuk apa? Kamu pengin nikah sama dia?
Dan aku bilang, tidak. Karena kurasa dia tidak siap menikah denganku.
Sayangnya, dalam obrolan semenarik apapun, dusta selalu ingin ada di antara kita. Kau bohong, katanya kau tak pernah punya tulisan, ternyata diam-diam kau punya, dan sayangnya aku menemukannya. Hahahaha. Lagi-lagi tulisanmu mampu membuka pikiranku. Aku suka tulisanmu yang berjudul Rumah, Senandung Kesakitan, dan Dirimu&Dirimu. Aku merasa tulisanmu itu seperti cermin.
Kau lihai sekali memperlakukan orang lain. Tidak, aku sedang tidak memuji apalagi memuja. Kita sama-sama tau bahwa Allah satu-satunya yang pantas untuk dipuja.
Kau tidak begitu kaku memahami hubungan ku, kamu, mereka, dan Tuhan. Aku suka. Dan tak kusangka bahwa segala yang kau lakukan bermuara pada Ridho Illahi. Salut. Kupikir, orang sepertimu akan mengabaikan hal itu. Maafkan stigmaku.
Pada akhirnya semua manusia dengan tingkatan-tingkatan kesadarannya, mereka sedang berada dalam usaha Mengenal dan mencintai Illahi. Jadi, yakin dan kuatlah untuk tetap berlari mengejar cintaNya.
Aku ingin bertemu dengan orang semacam dirimu lagi. Aku butuh.
Komentar
Posting Komentar