Hari ini tibalah saatnya saya kembali ke perantauan, Solo. Rencana saya akan ke Solo pagi buta menggunakan kereta Prambanan Ekspres (Prameks) pukul 05.30. Namun realisasinya saya berangkat menggunakan kereta Prameks pukul 12.36. Sering banget ada rasa ragu buat ke Solo. Semacam gag mau balik ke Solo. Tapi banyak hal yang harus saya selesaikan, seperti hari ini: mengambil surat keterangan aktif mahasiswa di Mawa, dan menemui dosen untuk validasi skala di kampus Psikologi UNS.
Perjalanan dengan Prameks menuju Solo alhamdulillah diberi kemudahan sama Allah untuk mendapatkan tempat duduk. Saya duduk di sebelah ibu muda yang sedang menggendong anak laki-laki yang lucu banget, masyaAllah. Begitu dapat tempat duduk, saya langsung menyamankan diri dan tidur, kemudian bangun kembali saat Prameks tiba di stasiun Purwosari. Masih sekitaran 5 menit lagi, sampai di stasiun Solo Balapan.
Dan, lima menit berlalu. Dapat kulihat lagi peron stasiun Balapan yang hari Jumat lalu menjadi tempat saya menunggu kereta. Ah iya, saya naik apa ya ke kosan? Sempat berpikir untuk menghubungi teman kosan, namun ini terlalu mendadak, trus sempat juga ingin naik becak, namun uang di dompet saya sedang pas-pasan, gag nyampe 30.000. Duh, naik apa ya? Ojek juga palingan 15.000, sayang banget. Akhirnya saya memutuskan untuk naik Batik Solo Trans yang lebih ramah kantong, 4.500.
Saya menuju halte BST yang ada di depan stasiun Balapan. Waktu menunjukkan pukul 13.56, dan 10 menit berlalu sejak saya sampai di halte merah ini, BST belum juga datang. Lagi-lagi saya khawatir jika dosen saya sudah pulang. Pelan-pelan akhirnya saya mencoba menghubungi dosen saya melalui whatshap. Dan dugaan saya benar, dosen sudah pulang serta meminta saya untuk meletakkan lembar validasi skala di meja beliau. Baiklah, setidaknya saya tidak terlalu terburu untuk sampai kampus, karna Mawa tutup jam 15.30, saya masih punya waktu sekitar satu jam.
BST belum juga datang. Saya sibuk mencari alternatif lain. Rasanya waktu itu ingin segera menuju kos-kosan. Sedetik dua detik belum menunjukkan pertanda BST datang. Saya mencoba untuk tenang dan tetiba kenangan bermakna itu muncul di kepala. Dulu saya pernah mendapat tugas mencari mencit di Universitas Setya Budi. Suatu hari saya dan teman kelompok bernama Dhila pergi ke universitas itu untuk memastikan sekaligus menanyakan kepada pihak univertas. Salah satu langkah kami untuk mendapatkan informasi adalah bertanya kepada satpam. Dan satpam memberikan arahan kepada kami untuk bertemu dengan bapak A, kemudian diminta untuk menunggu sebentar di depan pos satpam. Kalau tidak salah kami juga sempat menghubungi via HP setelah mendapatkan nomernya dari satpam. Kami menunggu lama sekali. Bahkan saya sudah hampir mengajak Dhila pulang. Menunggu lama di sana sangat membuang-buang waktu karena saat itu saya merasa bisa mengerjakan banyak hal. "Dhil, apa besuk aja ya kita ke sini lagi?"; "Bentar Gal, biasanya di menit-menit kritis seseorang yang kita tunggu justru akan hadir. Kita tunggu sampai jam sekian." Dan benar, bapak itu akhirnya hadir beberapa menit setelah kami hampir pulang. Nah, seperti itulah hal yang kulakukan selama menunggu BST. Sabar. Dan qadarullah, BST itu akhirnya hadir, bahkan saat kubenar-benar ikhlas menunggu lama.
"Turun depan SMA Warga ya, mas." Begitu masuk saya langsung bilang ke mas kondektur agar tidak ribet kalau-kalau di dalam nanti saya kesulitan untuk bilang. Dan tidak sampai 10 menit, saya akhirnya sampai di kos-kosan. Bergegas berangkat ke kampus.
Alhamdulillah, dari kos-kosan sampai meletakkan lembar validasi skala ke dosen berjalan lancar. Kemudian saya berjalan menuju Mawa. Sempat bertegur sapa dengan adik tingkat saya, dan sempat menanyakan tentang agenda HIMAPSI SEHATI 2017 yang ternyata hari ini sedang ada agenda GO Magang, seru ya pasti. Jeng jeng, saya sudah sampai di depan pintu Mawa. "Assalamu'alaikum, Pak saya Galih ingin mengambil Surat Keterangan Aktif Mahasiswa yang saya masukkan hari Jumat kemarin."
Pak H kemudian mencarikan berkasnya, dan tidak ada di map. Beliau bilang kalau surat saya masih di fotokopian kantin dan meminta saya untuk mengambilnya. Baiklah, saya akan mengambilnya dengan senang hati. Semua ini saya usahakan untuk Bapak saya di Bantul agar segera dapat memprosesnya tanpa menunggu lama. Saya menuju tangga yang tembus sama kantin bawah. Dan kulihat dari jauh fotokopian itu tutup, karyawannya istirahat shalat. Huffft..keluh saya. Saya kemudian langsung keluar kantin dan memikirkan baiknya gimana. Pulang dengan terlebih dahulu konfirmasi ke Mawa untuk mengambilnya besuk? Atau menunggu fotokopian itu buka? Coba tebak saya milih mana?
Tepat sekali, saya memilih menunggu di kantin dengan segelas jus alpukat dan sate ati berlumur sambal pedas. Kebetulan di sana ada adik tingkat bernama Anggi yang sedang duduk, jadi bisalah saya berbincang dengannya sebentar sambil menunggu. Tapi tidak disangka tepat setelah saya selesai memesan jus alpukat, fotokopiannya sudah buka dan sudah banyak mahasiswa yang antri. Biar tidak ribet, saya memilih untuk tetap menghampiri Anggi sembari menghabiskan sate ati. Setelah usai, barulah saya menuju fotokopian.
"Mas, saya disuruh mengambil fotokopian dari Mawa."
"Sudah saya antar mbak, baru aja."
"Oiya mas? Satu map? Saya juga dari Mawa soalnya tadi mas, tapi belum ada."
"Iya mbak. Iya. Iya. Iya." Masnya menjawab dengan menyebalkan.
Saya ke atas lagi menuju Mawa. Dan Map yang dimaksud belum ada di sana -____________-''). Sampai bapaknya menjelaskan berkali-kali kalau mapnya masih di fotokopian. Sayapun tidak mau ke bawah lagi, saya juga menjelaskan baik-baik pada pak Y jika baru saja saya dari fotokopian dan masnya bilang sudah diantar ke sini. Akhirnya Pak Y dengan bijaksana meminta saya menunggu Pak H. Saya izin untuk menunggu keluar ruangan.
Beberapa menit kemudian pak H datanng menggunakan tas hijau. Dalam hati saya bilang "Alhamdulillah, mungkin itu map yang dimaksud." Saya oun masuk ruangan Mawa untuk ke sekian kalinya. Dan menceritakan yang terjadi. Namun, ternyata mapnya belum sampai di Pak H. Pak H bilang masih difotokopian. Dan beliau malah membuat saya seolah menjadi pihak yang salah karena tidak ke fotokopian serta kembali ke Mawa dari tadi. Saya yang hanya manusia biasa ini merasa kesal sekali. Pak H yang biasanya baik pun saat itu menjadi menyebalkan hanya karena ketidakpastian surat itu.
Baik, akhirnya saya pelan-pelan mencari solusi agar tidak terus menerus memberatkan Pak H mencari surat saya. Saya paham betul waktu itu sudah jam 15.35, artinya jam kerja bapak-bapak di Mawa seharusnya sudah selesai. "Bagaimana Pak, baiknya? Apa saya ambil hari Selasa aja ya, Pak?";
"Iya, mbak diambil hari Selasa aja ya. Hari ini kalau misal ngambil juga ndak bisa ngecap, mbak, karna dekanat sudah tutup." ; "Baik, Pak, saya ambil hari Selasa ya Pak. Terimakasih."
Huuuft..nuansa sebal masih terasa sepanjang perjalanan menuju parkiran Psikologi. Saya mengkhawatirkan satu hal. Tadi saya diminta untuk mengisi buku tanda masuk dan terima surat, dengan santai dan memikirkan resikonya saya mengisi sekaligus menandatangani. Yang saya takutkan adalah, besuk suratnya tidak ada dan bapak-bapak di Mawa menuduh saya sudah mengambil dengan bukti keterangan yang ada di buku. HUHUHUHUHUHU...astagfirullah.
Saya sungguh marah dengan mas di fotokopian. Seperti ingin menghampirinya dan bilang, "Mas, minta tolong dicek lagi sudah dikasih apa belum ke Mawa. Jangan bercanda seperti itu, karena itu mempersulit saya!!!!!!!!!!" Duaaaar, aku menahan marah dan ketakutan yang terjadi di hari esok tentang surat itu sepanjang perjalanan.
Sudah Ge, minta sama Allah biar dilancarkan. Allah bisa membantumu. Ditangan-Nya-lah hal yang tak disangka-sangka terjadi. Sekarang mintalah, mintalah sama Allah. Berprasangkalah yang baik. Sambil doakan bapak-bapak di Mawa biar mudah mencarinya. Atau biar sabar menghadapimu. Lagian kalau memang tidak ketemu, kamu masih bisa membuatnya lagi hari Selasa besuk. Pokoknya, jaga dan kendalikan amarahmu. Jangan sampai besuk kalau hal yang kamu harapkan tidak terjadi, kamu marah dan menyalahkan pihak terkait. Jangan. Kalau kamu marah, nanti nular-nularin orang Mawa atau mas-mas fotokopian itu.
Iya, kalau kamu marah-marah, mungkin kamu akan lega. Namun saat kamu pergi, tanpa kamu sadar kamu meninggalkan kemarahanmu itu di pihak yang kamu marahi. Nanti kalau dari pihak tersebut ditularkan ke pihak lain, kan dosamu jadi beruntun Ge, astagfirullah, na'udzubillah.
Dan setelah menenangkan diri, berpikir-berpikir dan berpikir, akhirnya saya tenang, dan menyerahkan segalanya ke Allah Ta'ala.
So, dalam menghadapi apapun, kuy tahan amarah! Biar ga nular ke orang lain marahnya!
Komentar
Posting Komentar