Sejak aku tau menyesal itu adalah hal yang sia-sia dan tidak akan mengembalikan pada kondisi semula, aku memilih menghadapi (dengan caraku) dan mensyukuri segala kesulitan ini.
Ke depan aku tidak tau siapa saja yang akan bertahan bersama dan beranjak pergi meninggalkan atau sekaligus melupakan aku. Aku tidak tau siapa yang akan diamanahi Tuhan tuk menjaga diriku, membersamai dan menghargai keberadaanku. Bukan, ini bukan menyoal tentang pendamping hidup, lebih luas dari itu. Sejujurnya orang-orang yang membutuhkan kemudian meninggalkan aku begitu saja membuatku takut. Bahkan terkadang membuatku ingin melepaskannya begitu saja, sehingga sama-sama meninggalkan. Ingin melupakan segala proses bersama kenangan-kenangannya. Ingin kuhilangkan hal yang terasa sangat menyakiti. Ingin kumatikan saja ingatan yang mengurai air mata saat muncul dalam pikir. Beruntungnya Tuhan mengaruniakan kesadaran. Kesadaran tentang persinggahan HIKMAH yang ia tabur ke sudut-sudut dunia, membuatku berpikir lagi. Bahwasannya setiap hal yang telah kulalui (kebahagiaan, kesedihan, rintangan, tantangan, kesulitan, kemudahan, dll.) dan setiap orang yang telah kutemui lengkap bersama kisah yang tergores, adalah nafas HIKMAH yang tubuhnya harus kucari. Mereka adalah bagian dari hidup yang tersimpan dalam memori atau mungkin sempat terpenjara lama di amygdala.
Tuhan menebar hikmah di mana saja, harta karun umat Islam. Sebagai perantau Dunia yang sedang mengumpulkan perbekalan pulang, aku harus mencari dan peka terhadap kehadirannya. Salah satu bahan bakar dalam kusyu'nya ibadah. Dengannya, semoga disakiti tidak membuat kita kehilangan hati nurani.
"Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan, bersama kesulitan ada kemudahan."
(QS. Al-Isra 5-6)
Tulisan ini untuk kamu yang sedang menyesal. Menyesali apa yang telah kamu pilih.
Biar kuceritakan kepadamu tentang seorang ibu yang tangguh. Sebut saja Ibu Peri. Sejak kecil orang tua mendidiknya secara keras. Terlalu keras menurutku. Dia tidak akan mendapatkan sesuatu apabila tidak berusaha. Contohnya, dia tidak mendapatkan uang saku apabila tidak membantu orang tuanya. Membantu menunggu warung dan mengasuh adiknya. Dari usahanya itulah ia memperoleh uang jajan harian di sekolah. Dunia anak SD yang suka jajan, menjadi dunia yang cukup keras bagi ibu Peri. Ada satu jajanan favorit di sekolah bernama mie kocok yang dijual dengan harga sekitar 5 sen. Dengan uang saku harian yang hanya 1 sen, mengharuskannya menabung. Di segala situasi, saat ia ingin sepeda, tas dan baju baru, ia harus menabung.
Spesialnya Ibu Peri adalah keadaan tersebut tidak membuat ia lantas menyesal dengan kehidupannya. Ia justru sangat menikmati. Banyak hal yang telah ia tabung, salah satunya adalah keterampilan. Kebiasaan menjada warung dan melayani pembeli membuatnya terampil berhitung dan berkomunikasi dengan setiap orang yang datang. Menghitung timbangan yang awalnya adalah hal yang tidak ia ketahui menjadi hal yang lekat dalam kehidupannya. Dalam ketidaktahuannya itu, ia berinisiatif mencari tahu. Tidak serta merta kapok dengan tugasnya tersebab ketidaktahuannya itu. Ia berusaha tahu dengan berpikir, dan megamati saat orang tuanya menghitung, menimbang, dan melakukan hal lainnya.
Baju baru. Ibu Peri jarang sekali dibelikan Baju Baru. Seperti biasa, ia harus menabung. Untuk menghemat biaya, Ibu Peri membeli kain sendiri dan menjahitkannya ke tukang jahit. Ia buat desain sendiri. Lalu, ketika pakaian itu jadi, ia dengan suka cita mengenakannya. :'''')))
Ibu Peri tumbuh menjadi seseorang yang berdamai dengan persoalan hidup. Ia ingat betul bagaimana orang tua memperlakukan dia. Namun tak membuat ia lantas mengungkit kepada orang tuanya. Ia mandiri, cerdas, kreatif,hangat, dan begitu perhatian dengan anak-anaknya.
Ibu Peri memiliki putra yang sengaja dicetak menjadi seorang dokter. Sebut saja namanya Putra. Putra tumbuh, dan berhasil mewujudkan cita-cita ibunya. Iya sekolah dokter di universitas terbaik di Jogjakarta. Namun, saat ia mengakhiri masa perkuliahan sebagai sarjana kedokteran, ternyata Tuhan mengakhiri hidupnya. Tumpuan harapan Ibu Peri pergi.Tentu Ibu Peri sangat kehilangan.
Spesialnya, Ibu Peri mempunyai daya resiliensi yang cukup tinggi. Ia bangkit dan membangun harapan baru pada anaknya yang lain. Anak yang lebih biasa dari Putra (alm). Sebut saja Putri. Ia terus berproses menghadapi dan memperbaiki persoalan hidupnya. Di tengah proses, muncul kembali tanda tanya kehidupan yang harus dihadapi dengan menjawabnya.
Pada intinya, setiap kehidupan yang dijalani oleh Ibu Peri tak luput dari dera, goda dan cobaan (Sama kan seperti kehidupan kita?).Ibu Peri pantang menyerarah, ia gigih berjuang dan melakukan yang terbaik untuk anak dan kehidupannya. Perjuangan yang bahkan tidak menuntut siapapun. Namun, justru menanamkan kebahagiaan. Ibu Peri berhasil membuat Putri, dan suaminya bahagia memiliki Ibu Peri. Bukankah Bahagia adalah bahan bakar kehidupan?
Pada intinya, setiap kehidupan yang dijalani oleh Ibu Peri tak luput dari dera, goda dan cobaan (Sama kan seperti kehidupan kita?).Ibu Peri pantang menyerarah, ia gigih berjuang dan melakukan yang terbaik untuk anak dan kehidupannya. Perjuangan yang bahkan tidak menuntut siapapun. Namun, justru menanamkan kebahagiaan. Ibu Peri berhasil membuat Putri, dan suaminya bahagia memiliki Ibu Peri. Bukankah Bahagia adalah bahan bakar kehidupan?
Mungkin cerita ini kurang bisa menyampaikan nilai dan maknanya. Tapi setidaknya kamu tau, bahwa dalam hidup ada banyak pilihan, salah satunya tahu dan tidak tahu. Dan pilihan itu masing-masingnya terdapat teka-teki, yang tak kan membuatmu mampu menjawab, saat kamu menyesali pilihan yang telah kamu pilih. Teruslah berjalan dan bergandeng erat dengan rasa syukur. Teruslah bergerak, berusaha hingga terpenuhi kebutuhan-kebutuhan, tercukupi segala keinginan-keinginan, dan terbagi segala kebaikan.
-Balekambang, 31 Desember 2016-
Komentar
Posting Komentar