Mungkin kita sedang berjarak. Jauh sekali.
Dampaknya, temaram acuh padaku.
Lalu lalang sepeda motor dan jalanan kota enggan tuk dinikmati, enggan tuk dipahami.
Padahal sudah kusuguhkan waktuku.
Berkumpul membuat gulana terasa menyiram
Betapa tidak, jika setiap temu selalu mencipta tanda seru
Tak bisakah kita pahami satu persatu bagaimana dirimu dan diriku.
Ah, mungkin karena aku dan Dia sedang berjarak.
Seminggu yang lalu hingga sekarang. Aku berasa seperti magnet. Semua hal mendekat, kemudian menumpuk seperti gunung. Bergemuruh di bagian bawah kepalaku. Jikalau boleh berkata jika. Sayangnya kumemilihnya tidak. Membiarkan satu per satu kutuntaskan. Aku paham semua aktivitas yang lain sangat berharga, sangat penting dan sayang untuk ditinggalkan. Penelitianmu, organisasimu, dan semacamnya. Itu yang membuatku tidak memberatkanmu. Aku terlihat free, bukan?
Hingga suwaktu waktu aku merasakan hal yang lebih parah dari itu. Aku tidak merasa berjalan saat aku berjalan. Yang ada dipikiranku hanyalah bagaimana tuntutan orang-orang itu selesai dan berhenti. Di suatu seminar, aku sempat mendapat tempat yang teduh. Teduh dari tuntutan yang deras menghujaniku, aku yang saat itu butuh sesekali untuk dipahami.
"Dek Galih, apa kabar?" Sapa seorang pembicara Seminar.
Aku mendekati tempat duduknya dengan napas terengah karena baru saja berlari dari lantai 1 ke lantai 4.
Dengan yakin, aku jawab, "Aku sedang tidak baik-baik saja,Kak!" meskipun pada akhirnya aku mengurungkan niat untuk menceritakan semua. Waktu dan tempatnya tidak tepat.
Tak apa. Setidaknya ngobrol bersama kakak ini membuatku lebih tenang.
Ah, mungkin karena aku dan Dia (masih) berjarak.
Dampaknya, temaram acuh padaku.
Lalu lalang sepeda motor dan jalanan kota enggan tuk dinikmati, enggan tuk dipahami.
Padahal sudah kusuguhkan waktuku.
Berkumpul membuat gulana terasa menyiram
Betapa tidak, jika setiap temu selalu mencipta tanda seru
Tak bisakah kita pahami satu persatu bagaimana dirimu dan diriku.
Ah, mungkin karena aku dan Dia sedang berjarak.
Seminggu yang lalu hingga sekarang. Aku berasa seperti magnet. Semua hal mendekat, kemudian menumpuk seperti gunung. Bergemuruh di bagian bawah kepalaku. Jikalau boleh berkata jika. Sayangnya kumemilihnya tidak. Membiarkan satu per satu kutuntaskan. Aku paham semua aktivitas yang lain sangat berharga, sangat penting dan sayang untuk ditinggalkan. Penelitianmu, organisasimu, dan semacamnya. Itu yang membuatku tidak memberatkanmu. Aku terlihat free, bukan?
Hingga suwaktu waktu aku merasakan hal yang lebih parah dari itu. Aku tidak merasa berjalan saat aku berjalan. Yang ada dipikiranku hanyalah bagaimana tuntutan orang-orang itu selesai dan berhenti. Di suatu seminar, aku sempat mendapat tempat yang teduh. Teduh dari tuntutan yang deras menghujaniku, aku yang saat itu butuh sesekali untuk dipahami.
"Dek Galih, apa kabar?" Sapa seorang pembicara Seminar.
Aku mendekati tempat duduknya dengan napas terengah karena baru saja berlari dari lantai 1 ke lantai 4.
Dengan yakin, aku jawab, "Aku sedang tidak baik-baik saja,Kak!" meskipun pada akhirnya aku mengurungkan niat untuk menceritakan semua. Waktu dan tempatnya tidak tepat.
Tak apa. Setidaknya ngobrol bersama kakak ini membuatku lebih tenang.
Ah, mungkin karena aku dan Dia (masih) berjarak.
Komentar
Posting Komentar