Langsung ke konten utama

Tiada yang Selesai Sebelum Berdamai



Lagi-lagi kamu mendorongku dari jauh sana untuk menulis kembali tentang dirimu.

Terbukti bukan, cerita tentang kita tidak akan ada titiknya sebelum aku berhenti merasa.
Kau menemuiku melalui mimpi.
Di dalam mimpi itu seolah semuanya nyata.
Kau berdamai pada waktuku
Kita bertukar senyuman dengan baik
Ada diamu dan ada diaku

Seakan semua itu nyata.
Membuatku tak ingin terbangun
Membuatku ingin tidur lagi dan melanjutkan episode hidup kita

Cerita tentang kita tak kan pernah selesai
Hingga kau menghalalkan dia sekalipun
Dan selama kau, aku dan perasaanku masih hidup, semua takkan selesai
Karna dia-mu, dia-ku dan jarak yang telah kita tempuh bukanlah racunnya
Yang mematikannya hanyalah kematian itu sendiri
Yang mematikannya adalah kita berdua, bersama-sama
Dan kau mendahuluiku
Dan kau tak bicara kepadaku kau akan mematikannya
Hingga aku masih membiarkannya hidup dan tertinggal jauh denganmu
Seharusnya kau membantuku
Meyakinkan aku bahwa tiada yang tertinggal serasapun tentang aku
Tiada kebencian yang menyala dalam lilin kehidupanmu

Nyatanya benci itu benar-benar ada
Bahkan, ketika kebencianmu nyata di hadapanku
Masih saja tiada alasan untuk menghapus rasa

Selama kau masih hidup
Selama waktu masih memberi kesempatan
Ia akan terus tumbuh

Dan bersamanya aku mulai ragu bahwa kau adalah kenyataan
Dan bersamanya aku mulai ragu
Bersamanya aku mulai ragu

Kini bibirku mulai bisu
Hatiku lelap terbius kejujuran yang terpendam

Aku tak bisa melarangmu tuk menghentikan benci yang menyala di matamu
Rasa yang lebih dalam dari rasa cinta yang ada di hatimu
Maaf aku pun terlalu cepat menafsirkannya
Tanpa ku tau alasanmu, semoga suatu saat nanti Tuhan memberi waktu untuk mengakrabkan kita

Oiya,
Pernah sesekali bibirmu berkata bahwa aku tengah berbohong
Membuat kata tanya menikamku
Terbersit rasa ingin sesekali mendengar penjelasanmu sekalipun itu dalam mimpi
Betapa gila dirimu dengan seribu ekspresi yang membuat hatiku nanar

Kau pergi dengan rasa tak mau tau
Sedang aku masih juga sesetia kuntum mawar menanti setetes air yang menghidupinya hingga mekar
Tak ada yang harus digantikan, meski ku redupkan sinar yang menerangi ruang cinta itu

Kau takkan pernah paham
Cinta barumu membuat pintu yang dulu kulalui tertutup

Tiada siluet di meja makan tentang kita berdua
Tiada siluet dua merpati tentang kita berdua
Karna malam telah menghapusnya

Khilafku memilih rasa ini, dan meminumnya tanpa rasa takut akan meninggalkan rasa pait di lidah
Khilafku menyebut butiran ini sebagai gula, karena ternyata rasanya asin

Hahahaha
Bolehkah aku mengusirmu?
Pergi jauh-jauh dari kenyataan dan mimpi-mimpiku
Atau datanglah padaku dengan damai
Bawalah diamu jika itu membuatmu bahagia

Dan

Bantulah aku berdamai dengan rasa ini.







Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rumah Pohon, Kebun Teh dan Basket

Sejak kapan kamu mengenal rumah pohon, kebun teh dan basket? Sejak ada film yang berjudul My Heart. Rachel, Farel dan Luna menjadi pemain utamanya. Yuki Kato memerankan Rachel dan Irshadi Bagas memerankan Farel. Jujur dulu aku tak begitu suka tokoh Luna, jadi nama pemerannya pun tidak ingat sampai sekarang, kecuali pemeran versi dewasa yaitu Acha.  Banyak hal yang kutiru di sana. OMG betapa besar efek film My Heart bagi diriku waktu itu. Kebetulan waktu kecil aku memang tomboy sekali. Hal itu membuat teman SD sering memadankan aku dengan tokoh Rachel. Aku mulai berimajinasi bahwa kota Bogor serindang yang diilustrasikan di dalam film. Persahabatan seindah yang diperankan. Bermain di kebun teh seasik di lakon film. Basket pun. Saat itu aku bermimpi bisa main ke Bogor mengunjungi danau dengan dua perahu yang dinaiki Rachel dan Farel, naik ke rumah pohon mereka trus main ke kebun teh yang dingin dan sejuk. Dulu entah mengapa pengin banget tinggal di Bogor. Iya, bermula dari...

Review Film Al-Ghazali Kimia Kebahagiaan

Data / Identitas Film : Judul Film                               : Al-Ghazzali Kimia Kebahagiaan Oleh                                        : Ovidio Salazar Pemeran             : Ghorban Nadjafi sebagai Abu Hamid Muhammad Al-Ghazali Dariush Arjmand sebagai Nizam al-Mulk Robert Powell sebagai Pengisi Suara Al-Ghazali Mitra Hajjar sebagai istri Ghazali Abdol Reza Kermani sebagai Ahmad Ghazali Muhammad Poorsattar sebaga Sufi Guardian Ali Mayani sebaga Magician “Kita datang ke dunia ini lalu meninggalkannya, sejauh itu sudah pasti kurasa.   Jalan tempat kit...

Y?

 (Line) "Ka Galih.." seorang adik dari jauh sana, dari Semarang lebih tepatnya. Siang-siang menghubungiku yang sedang asik menulis layar leptop. "Y?" jawabku singkat. Kemudian aku menengok hp lagi. Aku tersenyum tipis. Dia hanya ngeread. Bukan masalah. *** "Ka Galih.." "Ka Galih marah?" "Astagfirullah, kenapa mikir gituuh?" "Kirain marah." "Enggak marah kok. Kenapa sih emang?" "Abis jawabnya cuma Y" "Ckakakakakaa, ya ampun. Maaf deh kalau aku jawabnya singkat." Untung ya, dia bersegera tabayyun, bisa-bisa aku jadi orang yang no problem kalau di mata kuliah teknik konseling, padahal ada yang ngira aku marah gara-gara gaya chat. Sebenarnya ga hanya gaya chat, sekarang cuma diread doang, trus balesnya lama, dan lain-lain bisa bikin orang lain bete . Tapi, aku yakin pertemanan ga sesempit itu, bukan?