Sepasang tangan memegang gadged dan masuk ke lorong waktu. Masa
lalu. Sepasang mata saling melihat. Ada sebuah nama yang tiba-tiba dituliskan, maka dengan cepat sebuah
wajah terukir tepat di matanya. Masuk dalam pikirannya. Dan hidup di dalam hatinya.
Seketika ada dua bayang-bayang yang
saling bicara.
A: “Sudah
kubilang, jangan kau ketik nama itu!”
B: “Kau
kenapa? Aku hanya tidak ingin kau me-repress semuanya dan membuatmu gila!”
A: “Gila?
”
B: “Ya, Gila. Seperti sekarang ini. Kau
mulai mengulangi lagi namanya lengkap dengan asal usulnya. Kau menceritakan pada
banyak temanmu tentang nama yang sebenarnya tak ingin kau sebut lagi. Kau
dengan PDnya menyebutnya tampan. Dan berani-beraninya membuka page pribadinya.
Kemudian di ujung kau menulis syair tentangnya. Apa-apaan kau ini. Aku hanya
ingin semua yang kau pendam kau wujudkan, kau nyatakan! Kenapa kau munafik
sekali dengan dirimu sendiri? Kau pikir kamu telah berhasil move on darinya? Sekarang aku hanya
ingin membuatmu puas dengan mencoba melakukan semua ini!!!!”
A: “Apa salahnya aku mengingatnya? Apa
salahnya aku menulis syair tentangnya? Apa salahnya aku berbagi rasa bahagiaku
kepada teman-temanku? Apa salahnya??? Dan kenapa kau melakukan ini. Hal yang
justru membuatku semakin kaku. Ah, kau selalu ikut campur semua urusanku.”
B: “Kau tak salah, tapi dengan begitu kau
akan semakin lemah. Kau semakin terpendam dan terjebak dalam-dalam di lorong waktu. Masa
lalu. Aku hanya ingin kau tau kalau kau belum siap mengingatnya kembali. Lihat
saja, banyak sekali harapan yang muncul di dalam dirimu saat aku melakukannya.
Kau belum siap!”
A: “Iya, aku memang memalukan. Aku tak tau
diri. Aku lemah. Apapun yang kau tau. Tapi apa yang kupendam ini, hanyalah
caraku untuk mencoba kuat. Mengapa kau tak mengerti?”
B: “Jelas aku tak mengerti. Segala sesuatu
tentangmu kuketahui sendiri dengan mata kepalaku. Kedua tanganmu yang tampak
ragu mengetik namanya, pikiranmu yang selalu kau alihkan, namun hatimu yang
selalu berharap. Aku melihat dengan mata kepalaku sendiri ketidaksinkronan itu dan aku turut
merasakannya. Tapi hanya sebatas itu. Kaupun sebagai kawan tak pernah bercerita
tentang ini padaku! Kau pendam sendiri,
sembari kau biarkan aku hanya terdiam bisu, kau injak-injak dan merasakan
sakitnya. Apa maksudmu?”
A: “Kau jelas-jelas tak pernah bisa
mengertiku. Kau selalu diam saatku berbicara denganmu, kau selalu berprasangka
saat aku bercerita denganmu, dan kaupun seringkali tak punya waktu. Dan
bukankah kita punya urusan masing-masing. Aku pun tak pernah lagi berharap kau
akan memahamiku. Biar aku memahami diriku sendiri! Terimakasih sudah
memperparah keadaan.”
B: “Hahahahaha. Sekarang kau
sedang memikirkannya bukan? Kau juga mengetik nama pujaan hatinya sedari tadi!
Kau belum siap hidup bahagia! Hahahahaha. Karna kau hanya diam saja! Selalu diam
saja! Kau tak bisa megekspresikan dirimu seperti yang kau mau!Kau
Gila! Kau tak punya pendirian! Kau tak tegas dengan masa lalu, sekarang dan
masa depanmu! Kau adalah pengecut bagi dirimu sendiri. Kaupun sekarang menolak
bantuanku. Aku hanya ingin membantumu untuk jujur dengan dirimu sendiri. Tak
usah peduli dengan mulut orang lain. Kau hanya perlu diam ketika kau sedang
tidur lelap! Ahahaahahahah.”
A: “Kau
benar-benar! Pergi, pergi, pergi!!!!!”
B: “Aku tak kan bisa pergi darimu, kecuali
kau berada di kegelapan. Bersamaku. Satu lagi. Kau tak perlu minta maaf padaku,
atau pada orang lain yang kini belum bisa sejalan denganmu. Minta maaflah pada
dirimu sendiri. Karena dirimu sendiri yang membuatmu tidak pernah nyaman dengan
kehidupanmu. Dirimu sendiri yang selalu takut! Dirimu sendiri yang terlalu lembut dengan orang yang tak pantas menerima semua itu! Dan satu hal yang ingin
kukatakan padamu, aku rindu dirimu yang dulu! Dirimu yang lembut, tak terlalu memedulikan
cinta, dirimu yang periang, mendengarkan apa saja tanpa memasukkannya dalam
hati, dirimu yang jujur dengan diri sendiri, berkata apapun yang ingin kau
katakan, berani menjadi yang terbaik. BUKAN DIRIMU yang selalu memikirkan apa kata orang seperti
sekarang! Kau harus bangkit, Kuat seperti dulu! Kau tak perlu dia, karna dia
tidak memerlukanmu. Dan buang rasa kagummu itu pada orang yang tak kan pernah
bisa menjaminnya. Buang. Kau hanya perlu dirimu sendiri untuk siap memulai
perubahan ini!”
A: “(Diam)”
B: “Kemana saja kau selama ini, ha? Ini
momen yang kutunggu-tunggu. Kau mulai malas berbicara denganku belakangan ini. Kau abaikan
semua tentang dirimu, kau selalu lebih memikirkan orang lain yang benar-benar
tidak peduli padamu sekalipun! Kau juga butuh dipedulikan! Apa hanya aku
satu-satunya orang yang ingin menjadikanmu lebih baik lagi. Lebih bijaksana,
seperti apa yang kau mau, dulu. Menjadi sholihah bersama-sama. Kau pun tak
pernah mendengarkan peringatanku, sudah berapa lama kau tinggalkan mushafmu?
Masih hapalkah kau dengan surat cintaNya yang dulu pernah kau hapalkan? Kau
juga terlalu jatuh pada jurang sakit hati, hingga membuat orang yang ada di
dekatmu juga sakit hati! Bukankah dulunya kau adalah penyayang? Bukan
pendendam, bukan si pengecut yang menyerahkan semuanya begitu saja dengan
situasi yang ada!”
A: “((Diam))”
B: “Percuma kau sadar saat ini jika setelah
perbincangan ini berakhir kau lupa. Kau tidur dengan enaknya dan lupa bahwa
masih banyak PR dalam hidupmu yang harus kau selesaikan!!! Kau belum pantas
menjadi seorang sarjana! Kau belum pantas menjadi istri! Kau belum pantas
menjadi teman yang baik! Kau pun belum pantas menjadi pemimpin bagi dirimu
sendiri! Paham?”
A: “Mengapa kau terus menghakimiku? Kau tak
pernah tau kondisinya! Kau tak pernah tau! Jika dengannya aku bahagia, mengapa
tak kau biarkan saja. Tuhan akan membimbingku!”
B: “Hai hai hai! Apa perlu kubenturkan
kepalamu yang keras itu ke dinding beton di teras rumah? Atau kubasuh hati
hitammu itu dengan kasa terkasar di dunia agar lekas memutih? Kau lihat
Muhammad, Yaqub atau kisah nabi-nabi yang selama ini kau tau. Mereka mendapat
bimbingan sesuai dengan usahanya. Sementara kau? Hanya tidur-tiduran,
malas-malasan, bergantung dengan orang lain. Bimbingan seperti apa yang kau
inginkan selama ini, ha? Bimbingan untuk bangun kemudian tidur lagi? Kenapa kau
selalu begitu, apa hatimu tak tersentuh sedikitpun untuk meneladhani kisah
terbaik yang Ia tunjukkan padamu? Kau selalu bungkam, seperti orang bodoh yang
tak berilmu. Dan kau perlu tau! Aku sangat tau dirimu, rasa sakitmu, bahagiamu,
aku tau! Yang tak kutau sekarang hanyalah arah jalan pikiranmu!!!”
A: “Diam
kau!”
B: “Akui saja semua ini. Cobalah lakukan apa yang kau mau. Jujurlah dengan
hatimu dan berdamailah denganku. Kita perbaiki semua ini bersama-sama.
Terimalah, hanya aku yang mengertimu. Jangan berharap siapapun. Dan, jangan pernah
ingin menjadi siapapun, sebelum kau menjadi dirimu sendiri!!!!”
Kemudian salah satu dari mereka menghapus nama-nama
itu dan mematikan gadged-nya.
Dan satunya lagi menginstall ulang.
Komentar
Posting Komentar