Langsung ke konten utama

Dua Pasang Mata



Sepasang tangan memegang gadged dan masuk ke lorong waktu. Masa lalu. Sepasang mata saling melihat. Ada sebuah nama yang tiba-tiba dituliskan, maka dengan cepat sebuah wajah terukir tepat di matanya. Masuk dalam pikirannya. Dan hidup di dalam hatinya.
Seketika ada dua bayang-bayang yang saling bicara.
A:        “Sudah kubilang, jangan kau ketik nama itu!”
B:        “Kau kenapa? Aku hanya tidak ingin kau me-repress semuanya dan membuatmu gila!”
A:        “Gila? ”
B:        “Ya, Gila. Seperti sekarang ini. Kau mulai mengulangi lagi namanya lengkap dengan asal usulnya. Kau menceritakan pada banyak temanmu tentang nama yang sebenarnya tak ingin kau sebut lagi. Kau dengan PDnya menyebutnya tampan. Dan berani-beraninya membuka page pribadinya. Kemudian di ujung kau menulis syair tentangnya. Apa-apaan kau ini. Aku hanya ingin semua yang kau pendam kau wujudkan, kau nyatakan! Kenapa kau munafik sekali dengan dirimu sendiri? Kau pikir kamu telah berhasil move on darinya? Sekarang aku hanya ingin membuatmu puas dengan mencoba melakukan semua ini!!!!”
A:        “Apa salahnya aku mengingatnya? Apa salahnya aku menulis syair tentangnya? Apa salahnya aku berbagi rasa bahagiaku kepada teman-temanku? Apa salahnya??? Dan kenapa kau melakukan ini. Hal yang justru membuatku semakin kaku. Ah, kau selalu ikut campur semua urusanku.”
B:        “Kau tak salah, tapi dengan begitu kau akan semakin lemah. Kau semakin terpendam dan terjebak dalam-dalam di lorong waktu. Masa lalu. Aku hanya ingin kau tau kalau kau belum siap mengingatnya kembali. Lihat saja, banyak sekali harapan yang muncul di dalam dirimu saat aku melakukannya. Kau belum siap!”
A:        “Iya, aku memang memalukan. Aku tak tau diri. Aku lemah. Apapun yang kau tau. Tapi apa yang kupendam ini, hanyalah caraku untuk mencoba kuat. Mengapa kau tak mengerti?”
B:        “Jelas aku tak mengerti. Segala sesuatu tentangmu kuketahui sendiri dengan mata kepalaku. Kedua tanganmu yang tampak ragu mengetik namanya, pikiranmu yang selalu kau alihkan, namun hatimu yang selalu berharap. Aku melihat dengan mata kepalaku sendiri ketidaksinkronan itu dan aku turut merasakannya. Tapi hanya sebatas itu. Kaupun sebagai kawan tak pernah bercerita tentang ini padaku!  Kau pendam sendiri, sembari kau biarkan aku hanya terdiam bisu, kau injak-injak dan merasakan sakitnya. Apa maksudmu?”
A:        “Kau jelas-jelas tak pernah bisa mengertiku. Kau selalu diam saatku berbicara denganmu, kau selalu berprasangka saat aku bercerita denganmu, dan kaupun seringkali tak punya waktu. Dan bukankah kita punya urusan masing-masing. Aku pun tak pernah lagi berharap kau akan memahamiku. Biar aku memahami diriku sendiri! Terimakasih sudah memperparah keadaan.”
B:        “Hahahahaha. Sekarang kau sedang memikirkannya bukan? Kau juga mengetik nama pujaan hatinya sedari tadi! Kau belum siap hidup bahagia! Hahahahaha. Karna kau hanya diam saja! Selalu diam saja! Kau tak bisa megekspresikan dirimu seperti yang kau mau!Kau Gila! Kau tak punya pendirian! Kau tak tegas dengan masa lalu, sekarang dan masa depanmu! Kau adalah pengecut bagi dirimu sendiri. Kaupun sekarang menolak bantuanku. Aku hanya ingin membantumu untuk jujur dengan dirimu sendiri. Tak usah peduli dengan mulut orang lain. Kau hanya perlu diam ketika kau sedang tidur lelap! Ahahaahahahah.”
A:        “Kau benar-benar! Pergi, pergi, pergi!!!!!”
B:        “Aku tak kan bisa pergi darimu, kecuali kau berada di kegelapan. Bersamaku. Satu lagi. Kau tak perlu minta maaf padaku, atau pada orang lain yang kini belum bisa sejalan denganmu. Minta maaflah pada dirimu sendiri. Karena dirimu sendiri yang membuatmu tidak pernah nyaman dengan kehidupanmu. Dirimu sendiri yang selalu takut! Dirimu sendiri yang terlalu lembut dengan orang yang tak pantas menerima semua itu! Dan satu hal yang ingin kukatakan padamu, aku rindu dirimu yang dulu! Dirimu yang lembut, tak terlalu memedulikan cinta, dirimu yang periang, mendengarkan apa saja tanpa memasukkannya dalam hati, dirimu yang jujur dengan diri sendiri, berkata apapun yang ingin kau katakan, berani menjadi yang terbaik. BUKAN DIRIMU  yang selalu memikirkan apa kata orang seperti sekarang! Kau harus bangkit, Kuat seperti dulu! Kau tak perlu dia, karna dia tidak memerlukanmu. Dan buang rasa kagummu itu pada orang yang tak kan pernah bisa menjaminnya. Buang. Kau hanya perlu dirimu sendiri untuk siap memulai perubahan ini!”
A:        “(Diam)”
B:     “Kemana saja kau selama ini, ha? Ini momen yang kutunggu-tunggu. Kau mulai malas berbicara denganku belakangan ini. Kau abaikan semua tentang dirimu, kau selalu lebih memikirkan orang lain yang benar-benar tidak peduli padamu sekalipun! Kau juga butuh dipedulikan! Apa hanya aku satu-satunya orang yang ingin menjadikanmu lebih baik lagi. Lebih bijaksana, seperti apa yang kau mau, dulu. Menjadi sholihah bersama-sama. Kau pun tak pernah mendengarkan peringatanku, sudah berapa lama kau tinggalkan mushafmu? Masih hapalkah kau dengan surat cintaNya yang dulu pernah kau hapalkan? Kau juga terlalu jatuh pada jurang sakit hati, hingga membuat orang yang ada di dekatmu juga sakit hati! Bukankah dulunya kau adalah penyayang? Bukan pendendam, bukan si pengecut yang menyerahkan semuanya begitu saja dengan situasi yang ada!”
A:        “((Diam))”
B:      “Percuma kau sadar saat ini jika setelah perbincangan ini berakhir kau lupa. Kau tidur dengan enaknya dan lupa bahwa masih banyak PR dalam hidupmu yang harus kau selesaikan!!! Kau belum pantas menjadi seorang sarjana! Kau belum pantas menjadi istri! Kau belum pantas menjadi teman yang baik! Kau pun belum pantas menjadi pemimpin bagi dirimu sendiri! Paham?”
A:        “Mengapa kau terus menghakimiku? Kau tak pernah tau kondisinya! Kau tak pernah tau! Jika dengannya aku bahagia, mengapa tak kau biarkan saja. Tuhan akan membimbingku!”
B:        “Hai hai hai! Apa perlu kubenturkan kepalamu yang keras itu ke dinding beton di teras rumah? Atau kubasuh hati hitammu itu dengan kasa terkasar di dunia agar lekas memutih? Kau lihat Muhammad, Yaqub atau kisah nabi-nabi yang selama ini kau tau. Mereka mendapat bimbingan sesuai dengan usahanya. Sementara kau? Hanya tidur-tiduran, malas-malasan, bergantung dengan orang lain. Bimbingan seperti apa yang kau inginkan selama ini, ha? Bimbingan untuk bangun kemudian tidur lagi? Kenapa kau selalu begitu, apa hatimu tak tersentuh sedikitpun untuk meneladhani kisah terbaik yang Ia tunjukkan padamu? Kau selalu bungkam, seperti orang bodoh yang tak berilmu. Dan kau perlu tau! Aku sangat tau dirimu, rasa sakitmu, bahagiamu, aku tau! Yang tak kutau sekarang hanyalah arah jalan pikiranmu!!!”
A:        “Diam kau!”
B:        “Akui saja semua ini. Cobalah lakukan apa yang kau mau. Jujurlah dengan hatimu dan berdamailah denganku. Kita perbaiki semua ini bersama-sama. Terimalah, hanya aku yang mengertimu. Jangan berharap siapapun. Dan, jangan pernah ingin menjadi siapapun, sebelum kau menjadi dirimu sendiri!!!!”

           Kemudian salah satu dari mereka menghapus nama-nama itu dan mematikan gadged-nya.
Dan satunya lagi menginstall ulang.




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rumah Pohon, Kebun Teh dan Basket

Sejak kapan kamu mengenal rumah pohon, kebun teh dan basket? Sejak ada film yang berjudul My Heart. Rachel, Farel dan Luna menjadi pemain utamanya. Yuki Kato memerankan Rachel dan Irshadi Bagas memerankan Farel. Jujur dulu aku tak begitu suka tokoh Luna, jadi nama pemerannya pun tidak ingat sampai sekarang, kecuali pemeran versi dewasa yaitu Acha.  Banyak hal yang kutiru di sana. OMG betapa besar efek film My Heart bagi diriku waktu itu. Kebetulan waktu kecil aku memang tomboy sekali. Hal itu membuat teman SD sering memadankan aku dengan tokoh Rachel. Aku mulai berimajinasi bahwa kota Bogor serindang yang diilustrasikan di dalam film. Persahabatan seindah yang diperankan. Bermain di kebun teh seasik di lakon film. Basket pun. Saat itu aku bermimpi bisa main ke Bogor mengunjungi danau dengan dua perahu yang dinaiki Rachel dan Farel, naik ke rumah pohon mereka trus main ke kebun teh yang dingin dan sejuk. Dulu entah mengapa pengin banget tinggal di Bogor. Iya, bermula dari...

Review Film Al-Ghazali Kimia Kebahagiaan

Data / Identitas Film : Judul Film                               : Al-Ghazzali Kimia Kebahagiaan Oleh                                        : Ovidio Salazar Pemeran             : Ghorban Nadjafi sebagai Abu Hamid Muhammad Al-Ghazali Dariush Arjmand sebagai Nizam al-Mulk Robert Powell sebagai Pengisi Suara Al-Ghazali Mitra Hajjar sebagai istri Ghazali Abdol Reza Kermani sebagai Ahmad Ghazali Muhammad Poorsattar sebaga Sufi Guardian Ali Mayani sebaga Magician “Kita datang ke dunia ini lalu meninggalkannya, sejauh itu sudah pasti kurasa.   Jalan tempat kit...

Y?

 (Line) "Ka Galih.." seorang adik dari jauh sana, dari Semarang lebih tepatnya. Siang-siang menghubungiku yang sedang asik menulis layar leptop. "Y?" jawabku singkat. Kemudian aku menengok hp lagi. Aku tersenyum tipis. Dia hanya ngeread. Bukan masalah. *** "Ka Galih.." "Ka Galih marah?" "Astagfirullah, kenapa mikir gituuh?" "Kirain marah." "Enggak marah kok. Kenapa sih emang?" "Abis jawabnya cuma Y" "Ckakakakakaa, ya ampun. Maaf deh kalau aku jawabnya singkat." Untung ya, dia bersegera tabayyun, bisa-bisa aku jadi orang yang no problem kalau di mata kuliah teknik konseling, padahal ada yang ngira aku marah gara-gara gaya chat. Sebenarnya ga hanya gaya chat, sekarang cuma diread doang, trus balesnya lama, dan lain-lain bisa bikin orang lain bete . Tapi, aku yakin pertemanan ga sesempit itu, bukan?