Langsung ke konten utama

Berjarak karenaNya, Mendekat karenaNya

Sebelum membaca, mohon maaf apabila topiknya selalu sama. Ce i En Te a. Maaf.

Rasanya menjalankan perasaan lebih mudah dari menjalankan pikiran.
Bertahun-tahun ku dipertemukan dengan  orang yang begitu mencintaiku
Namun kuacuhkan
Berkali - kali ku dipertemukan dengan orang yang menyayangiku
Namun kuabaikan

Aku hanya ingin kita saling menunggu
Aku hanya ingin kita saling menjemput

Rasanya berkali kecewa dengan beberapa hal yang tak sejalan
Jarak membuat seseorang lupa dengan janjinya
Jarak membuat hati berpaling dari hati yang lain

Tiada harapan lain selain tetap menjaga persaudaraan
Biarlah kau kini dengan yang lebih mampu memahamimu

Sementara ku di sini dan masih sama
Memperbaiki diri, mencoba berkembang
Mencoba lebih dewasa dan mandiri
Mencoba lebih menyayangi ibu dan bapak
Mencoba lebih paham dengan agamaNya
Mencoba lebih dekat dengan Dia

Aku tak ingin bersamamu
Dan silahkan berasumsi pada posisi waktu  itu dan juga sekarang
Dan ku berharap kau tau apa maksudku
Ketika aku menyebut kalimat itu kepadamu

Kau jangan ragu  untuk mendekatiNya, saudaraku
Karena itu yang membuatku mampu menerima khitbahmu
Karena Dia lah alasannya

Hmm..
Yaaa mungkin semuanya sudah berlalu
Kita kini berjalan di jalannya masing-masing
Masih sama-sama konyol
Namun tetap menjadi diri sendiri

September sudah menjadi Maret
Pun 2011 sudah menjadi 2015, bukan?
Waktu yang lama tuk memupuskan semuanya
Waktu yang lama sebelum akhirnya kau selipkan kertas itu di depan rumahku
"Kau tau? Aku bingung sesudah kau menemukannya, dan mempertemukan dia kepadaku. Aku bingung ketika saat ini tlah menemukan kamu yang lain"
Karena kamu yang lain adalah kamu.
Aku masih lekat dengan kain-kain di kepalaku
Meski tak memungkiri kekonyolan-kekonyolonku membuat kain-kain itu seakan kotor.
Kata orang, seharusnya begini, atau begitu
Tapi aku tak peduli, karena semua adalah proses
Dan bukan berarti aku tak berusaha memperbaikinya
Dia lebih tau diriku bukan? Daripada kamu yang terus berasumsi bahwa ceritanya begitu
Plis, ini bukan cerita, ini nyata dan aku memang begitu

Kau tau? Aku bingung, saudaraku
Kau hanya terdiam dan tak berkata apa-apa

Terkadang mendapat jawaban, terkadang menghilang

Bukan berarti aku pasrah
Entah mengapa aku sangat membutuhkanmu saat ini

Namun rasanya akupun belum sempurna memantaskan diri menjemput cintaNya
Bagaimana bisa aku mencintaimu karenaNya

Itulah sebabnya waktu itu, jika kamu mengerti, saudaraku

Aku masih konyol dan sering mengganggumu
Datang tiba-tiba
Tersenyum tiba-tiba
Kemudian diam tiba-tiba
Memblokirmu tiba-tiba
Datang tiba-tiba
Menyapamu tiba-tiba
Dan itu bukanlah sesuatu yang bisa kau terima dengan akalmu, membuatmu merasa ada yang aneh
Namun itu bukanlah topeng
Jika itu suatu kekurangan, maka itu juga bagian dari proses untuk memperbaiki diri
Jika itu sebuah kealphaan, maka itu juga bagian dari proses memperbaiki diri
Tanpa manipulasi apapun
Apa adanya
Maka, mohon maafkan khilaf yang membuatmu muak dengan sikap ini
Dan aku tidak mungkin secara langsung mengucapakannya kepadamu


Apalah arti dari semua ini
Selain rasa kebingungan mengenai cara menjaga yang lebih mulia
Selain rasa syukurku telah dipertemukan denganmu kembali
Selain rasa ikhlas melihatmu mencintai fulana yang lebih mengerti agamaNya dan lebih mengerti cara yang lebih mulia mengenalmu
Selain rasa malu, ketika bertemu denganmu
Selain rasa ragu, ketika ingin berbicara denganmu
Selain rasa rindu, yang kuungkapkan (masih) dengan kekonyolan yang spontan

Apalah arti semua ini, saudaraku?
Selain mendoakan yang terbaik untukmu
Tak peduli siapa yang namanya kini tlah kau sebut dalam doamu
Tak peduli siapa diriku bagimu

Apalah arti semua ini?
Selain kebingungan antara rasa ingin berbicara dan menjaga diri di hadapanmu?
Mampukah kau menjelaskan apa yang seharusnya berlaku pada diriku?

Sungguh tiada akhir yang indah kecuali menjadi salah satu penghuni jannahNya.

Belum tentu kamu adalah kamuku
Belum tentu aku adalah kamumu
Belum tentu
Belum tentu karenaku, kau menempuh akhir yang indah ataupun sebaliknya
Belum tentu karenamu, akupun menempuh akhir seperti yang kuinginkan
Tapi tentu, karenaNya semua menjadi lebih baik dan indah seperti yang kita harapkan

Maka sekali lagi, akhir yang indah adalah hidup dengan cintaNya di jannahNya
Aku harap, ketika kita bertemu, semua sudah dalam keadaan yang abadi. Karena kita sama-sama mendekatiNya :)

Untuk itu, aku mencoba setia menyebut namamu, dalam doaku kepada Pemilik Hati kita.
Kepada Sang Maha Cinta.

Biarlah sekarang adalah waktuku untuk benar-benar memperbaiki diri.
Biarlah saat ini Bapak dan Ibuku dulu, yang menerima berjuta rasa ini :)
Biarlah Allah
Biarlah Allah yang menjadi satu-satunya, sebelum kamu menjadi yang kedua, atau ketiga.

Jangan lupakan Dia, di sela kesibukanmu. Cepatlah bergegas, bila waktunya bertemu, Saudaraku.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rumah Pohon, Kebun Teh dan Basket

Sejak kapan kamu mengenal rumah pohon, kebun teh dan basket? Sejak ada film yang berjudul My Heart. Rachel, Farel dan Luna menjadi pemain utamanya. Yuki Kato memerankan Rachel dan Irshadi Bagas memerankan Farel. Jujur dulu aku tak begitu suka tokoh Luna, jadi nama pemerannya pun tidak ingat sampai sekarang, kecuali pemeran versi dewasa yaitu Acha.  Banyak hal yang kutiru di sana. OMG betapa besar efek film My Heart bagi diriku waktu itu. Kebetulan waktu kecil aku memang tomboy sekali. Hal itu membuat teman SD sering memadankan aku dengan tokoh Rachel. Aku mulai berimajinasi bahwa kota Bogor serindang yang diilustrasikan di dalam film. Persahabatan seindah yang diperankan. Bermain di kebun teh seasik di lakon film. Basket pun. Saat itu aku bermimpi bisa main ke Bogor mengunjungi danau dengan dua perahu yang dinaiki Rachel dan Farel, naik ke rumah pohon mereka trus main ke kebun teh yang dingin dan sejuk. Dulu entah mengapa pengin banget tinggal di Bogor. Iya, bermula dari...

Review Film Al-Ghazali Kimia Kebahagiaan

Data / Identitas Film : Judul Film                               : Al-Ghazzali Kimia Kebahagiaan Oleh                                        : Ovidio Salazar Pemeran             : Ghorban Nadjafi sebagai Abu Hamid Muhammad Al-Ghazali Dariush Arjmand sebagai Nizam al-Mulk Robert Powell sebagai Pengisi Suara Al-Ghazali Mitra Hajjar sebagai istri Ghazali Abdol Reza Kermani sebagai Ahmad Ghazali Muhammad Poorsattar sebaga Sufi Guardian Ali Mayani sebaga Magician “Kita datang ke dunia ini lalu meninggalkannya, sejauh itu sudah pasti kurasa.   Jalan tempat kit...

Y?

 (Line) "Ka Galih.." seorang adik dari jauh sana, dari Semarang lebih tepatnya. Siang-siang menghubungiku yang sedang asik menulis layar leptop. "Y?" jawabku singkat. Kemudian aku menengok hp lagi. Aku tersenyum tipis. Dia hanya ngeread. Bukan masalah. *** "Ka Galih.." "Ka Galih marah?" "Astagfirullah, kenapa mikir gituuh?" "Kirain marah." "Enggak marah kok. Kenapa sih emang?" "Abis jawabnya cuma Y" "Ckakakakakaa, ya ampun. Maaf deh kalau aku jawabnya singkat." Untung ya, dia bersegera tabayyun, bisa-bisa aku jadi orang yang no problem kalau di mata kuliah teknik konseling, padahal ada yang ngira aku marah gara-gara gaya chat. Sebenarnya ga hanya gaya chat, sekarang cuma diread doang, trus balesnya lama, dan lain-lain bisa bikin orang lain bete . Tapi, aku yakin pertemanan ga sesempit itu, bukan?