Langsung ke konten utama

Jazzakillahu Khoiron Katsira, Allah



Inilah akhirnya harus ku akhiri
Sebelum cintamu semakin dalam
Maafkan diriku terlanjur setia.

Nah, kurang lebih seperti itu coping strategiku menerima rencana Tuhan yang pasti akan indah ini. Jadi pura-puranya aku memilih seia di Psikologi UNS. Hehe.
Sudah terjawab segala keragu-raguan yang selama ini menyita keras pikiran ini.
Istilahnya kalau dianalogikan, Cuma Psikologi seseorang yang mampu menerimaku apa adanya. Begitu. Hehe.
Gimana perasaannya setelah menghadapi liku itu?Kecewa? Frustasi?atau Depresi mungkin?
Alhamdulillah, kecewa. Tapi untungnya kecewaku tidak menjauhkan aku dari Tuhan Yang Maha Baik. Sehingga, masih kukenali logika-logika itu. Masih mau kudengar nasehat orang tentang apa yang seharusnya kupikirkan saat ini, yaa meskipun masi panas telinga ini mendengar FKG UGM. Hehehe.
Dengan menempuh semua ini justru lebih kukenali siapa diri ini
Dengan melewatinya justru lebih kumaknai mengapa aku ada di Solo ini
Dan, melalui jalan ini, justru aku lebih menghargai, mensyukuri dan  menyadari.
Menyadari inilah jalan terbaikku.
Setelah menerima kenyataan ini. Aku mulai berpikir sesuatu.
Aku bolak-balik ke Solo. Lupa waktu itu mau ngapain. Aku kembali lagi di kosan Novia. Daerah kentingan. Begitu masuk kamar nomor dua itu, batuk menjadi sapaan pertama dalam perjumpaan pertama dengan kamar yang sudah menampung piluku. Batuk karena ruangan ini memang sedikit lembab. Dan “lembab” menjadi kambing hitam. Dia adalah alasanku untuk pindah ke kamar yang lebih layak kusinggahi. Di sini ada tujuh penghuni. Dan kita semua akrab melingkar bak keluarga. Rame. Namun entah kenapa memang beda sekali suasana di kos dengan di kampus. Dan tidak perlu kuceritakan . Hanya mereka yang membuatku mempertimbangkan lagi untuk pindah. Karena kami memang sangat-sangat dekat. Tapi akhirnya aku memilih pindah. Karena kami semua juga sepakat pindah dengan alasan yang sama. Kecuali satu orang, yang selama ini masih sering kuacak-acak kamarnya. Hehehe. Aku sok asik biyanget ya, padahal aslinya pendiem banget.
Aku menemukan kos yang strategis. DEKET STASIUN BALAPAN dan deket kampus. Kesan pertama melihat kos ini itu, kamarnya yang luas, dan fasilitasnya. Dan akhirnya aku mulai menulis rencana baru. Aku harus keluar dari zona nyaman. Zona galau masa lalu. Dia menegaskan, dan aku tinggal melakukan juga mensyukuri. 
Show must go on! #kalau gag salah nulisnya begitu.
Jadi, jika kau masih penasaran dengan jalanmu. Carilah titik ketegasanmu, sesakit apapun jawabanNya.
Sekarang, sudah dipertegas jalannya. Gantian tugasku mempertegas cinta ini kepadaNya, dan mulai mencari jalan menuju SurgaNya.
-The End-

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rumah Pohon, Kebun Teh dan Basket

Sejak kapan kamu mengenal rumah pohon, kebun teh dan basket? Sejak ada film yang berjudul My Heart. Rachel, Farel dan Luna menjadi pemain utamanya. Yuki Kato memerankan Rachel dan Irshadi Bagas memerankan Farel. Jujur dulu aku tak begitu suka tokoh Luna, jadi nama pemerannya pun tidak ingat sampai sekarang, kecuali pemeran versi dewasa yaitu Acha.  Banyak hal yang kutiru di sana. OMG betapa besar efek film My Heart bagi diriku waktu itu. Kebetulan waktu kecil aku memang tomboy sekali. Hal itu membuat teman SD sering memadankan aku dengan tokoh Rachel. Aku mulai berimajinasi bahwa kota Bogor serindang yang diilustrasikan di dalam film. Persahabatan seindah yang diperankan. Bermain di kebun teh seasik di lakon film. Basket pun. Saat itu aku bermimpi bisa main ke Bogor mengunjungi danau dengan dua perahu yang dinaiki Rachel dan Farel, naik ke rumah pohon mereka trus main ke kebun teh yang dingin dan sejuk. Dulu entah mengapa pengin banget tinggal di Bogor. Iya, bermula dari...

Review Film Al-Ghazali Kimia Kebahagiaan

Data / Identitas Film : Judul Film                               : Al-Ghazzali Kimia Kebahagiaan Oleh                                        : Ovidio Salazar Pemeran             : Ghorban Nadjafi sebagai Abu Hamid Muhammad Al-Ghazali Dariush Arjmand sebagai Nizam al-Mulk Robert Powell sebagai Pengisi Suara Al-Ghazali Mitra Hajjar sebagai istri Ghazali Abdol Reza Kermani sebagai Ahmad Ghazali Muhammad Poorsattar sebaga Sufi Guardian Ali Mayani sebaga Magician “Kita datang ke dunia ini lalu meninggalkannya, sejauh itu sudah pasti kurasa.   Jalan tempat kit...

Y?

 (Line) "Ka Galih.." seorang adik dari jauh sana, dari Semarang lebih tepatnya. Siang-siang menghubungiku yang sedang asik menulis layar leptop. "Y?" jawabku singkat. Kemudian aku menengok hp lagi. Aku tersenyum tipis. Dia hanya ngeread. Bukan masalah. *** "Ka Galih.." "Ka Galih marah?" "Astagfirullah, kenapa mikir gituuh?" "Kirain marah." "Enggak marah kok. Kenapa sih emang?" "Abis jawabnya cuma Y" "Ckakakakakaa, ya ampun. Maaf deh kalau aku jawabnya singkat." Untung ya, dia bersegera tabayyun, bisa-bisa aku jadi orang yang no problem kalau di mata kuliah teknik konseling, padahal ada yang ngira aku marah gara-gara gaya chat. Sebenarnya ga hanya gaya chat, sekarang cuma diread doang, trus balesnya lama, dan lain-lain bisa bikin orang lain bete . Tapi, aku yakin pertemanan ga sesempit itu, bukan?