Langsung ke konten utama

Orang Cuek yang (sok) Peduli #2

Gerimis jatuh tepat saat kami dalam perjalanan ke AAYKPN. Airnya masuk ke ring lapangan basket smada berkali-kali. Ah semoga pertandingan hari ini seberuntung air hujan itu, kataku dalam hati.
"Tanding jam berapa, Nay?"
Rey mengirimiku pesan.
"Jam 14.00. Mau dateng?" Jawabku.
"Iya."
"Ini hari Sabtu, kamu ga ada Misa di gereja sore nanti?"
":)"


Mana peduli Rey akan datang atau tidak.
***
GOR AAYKPN. Tribunnya sudah penuh suporter. Ada spanduk exscosmada yang tak pernah absen membersamai kami bertanding di manapun. Supporter setia. Walaupun orang-orangnya "terlalu nyantai" aku salut dengan jiwa korsa mereka.
"Nay, Rey ke sini?" Dena berteriak senang.
"Iya, katanya."
"Kok mukamu cuek gitu, bukannya seneng? Sok cuek deh." Goda Dena.


Aku cepat-cepat mengenakan jersey dengan nomor punggung 11, kesayanganku. Mengikat rambut, dan mulai mengenakan kaos kaki dan sepatu.
"Loh, kaos kakimu putih?" Kinan nyamperin.
"Lah, emang kaos kaki di dresscode?" Tanyaku.
"Wah wah, calon kapten begitu amet nanyanya. Yaiyalah, biasanya juga gitu kan?" Kinan sewot.


Itu kesalahan tersepele yang membuatku tidak bisa main dan menjaga tas temen. Pelatihku pun tak bisa bicara apa-apa. Aku mengamati sekeliling, barangkali ada yang jual kaos kaki. Tidak ingin melewatkan pengalaman melawan tim basket terbaik di Jogja Stece dan Bopkri. Tiba-tiba HPku berdering.
"Kok ga maen? Sakit?" Rey.
"Enggak. Gag bawa kaos kaki hitam."
"Pake kaos kakiku mau?"tanyanya.


Rey itu. Ah lupakan, aku tidak mau kegeeran.


"Ga mau." Jawabku.
"Di luar deket galeria ada sport station. Mau?" Tanya dia lagi.


Aku sengaja tidak menjawabnya. Kaos kaki di sana mahal, mending ditabung buat beli novel.
***
Quater 1 berakhir.
"Nay, keluar sebentar aku di deket kantin. Tengok ke belakang." Rey.


Aku menoleh ke belakang. Orang cuek bebek berperawakan tinggi kulit sawo matang dan berpenampilan trendy itu melambaikan tangannya ke arahku. Seizin pelatih, akupun menghampirinya.


"Ini kaos kakinya." Rey menyodorkan kaos kaki hitam re***k kepadaku.


"Ya ampun, repot-repot banget si. Aku pinjem dulu ya?!"


"Udah, pake aja. Selamat bertanding."


Siang itu aku masih tak yakin ada orang sepeduli itu padaku.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rumah Pohon, Kebun Teh dan Basket

Sejak kapan kamu mengenal rumah pohon, kebun teh dan basket? Sejak ada film yang berjudul My Heart. Rachel, Farel dan Luna menjadi pemain utamanya. Yuki Kato memerankan Rachel dan Irshadi Bagas memerankan Farel. Jujur dulu aku tak begitu suka tokoh Luna, jadi nama pemerannya pun tidak ingat sampai sekarang, kecuali pemeran versi dewasa yaitu Acha.  Banyak hal yang kutiru di sana. OMG betapa besar efek film My Heart bagi diriku waktu itu. Kebetulan waktu kecil aku memang tomboy sekali. Hal itu membuat teman SD sering memadankan aku dengan tokoh Rachel. Aku mulai berimajinasi bahwa kota Bogor serindang yang diilustrasikan di dalam film. Persahabatan seindah yang diperankan. Bermain di kebun teh seasik di lakon film. Basket pun. Saat itu aku bermimpi bisa main ke Bogor mengunjungi danau dengan dua perahu yang dinaiki Rachel dan Farel, naik ke rumah pohon mereka trus main ke kebun teh yang dingin dan sejuk. Dulu entah mengapa pengin banget tinggal di Bogor. Iya, bermula dari...

Review Film Al-Ghazali Kimia Kebahagiaan

Data / Identitas Film : Judul Film                               : Al-Ghazzali Kimia Kebahagiaan Oleh                                        : Ovidio Salazar Pemeran             : Ghorban Nadjafi sebagai Abu Hamid Muhammad Al-Ghazali Dariush Arjmand sebagai Nizam al-Mulk Robert Powell sebagai Pengisi Suara Al-Ghazali Mitra Hajjar sebagai istri Ghazali Abdol Reza Kermani sebagai Ahmad Ghazali Muhammad Poorsattar sebaga Sufi Guardian Ali Mayani sebaga Magician “Kita datang ke dunia ini lalu meninggalkannya, sejauh itu sudah pasti kurasa.   Jalan tempat kit...

Menit Terakhir

Malam ini bintang gemintang tlah luluh di tangan ribuan manusia. Di antaranya berjajar rapi di lapak para pedagang. "Mari, mbak, dibeli kembang apinya sebelum kehabisan." Jika kutawarkan pada pagi, akankah ia membelinya? agar terwujud mimpi melihat bintang di kala terbit matahari. "Tidak, Bang, terimakasih. Coba tawarkan pada pagi!" Jawabku tanpa sadar membuat pedagang itu bingung. Tak ada yang perlu dikembangkan di langit sana malam ini. Angkasa justru lebih anggun dengan bintang yang hanya berkedip barang sekali saja. "Serius, Gin, ndak mau beli kembang api satu saja? Biar kosanmu ramai di menit terakhir 2015 nanti." Sikut Putra. "Yaela Put, itu emang bakal bikin rame. Tapi rame di mata doang. Di hati mah sepi." jawabku lirih, berharap ia menangkap maksudku. Buat apa meramaikan angkasa dengan api-api itu? Sementara dirimu sendiri belum yakin bahwa esuk hatimu akan seramai itu. "Astagfirullah. Gina, kamu ngode aku?" b...