Malam ini bintang gemintang tlah luluh di tangan ribuan manusia. Di antaranya berjajar rapi di lapak para pedagang. "Mari, mbak, dibeli kembang apinya sebelum kehabisan."
Jika kutawarkan pada pagi, akankah ia membelinya? agar terwujud mimpi melihat bintang di kala terbit matahari.
"Tidak, Bang, terimakasih. Coba tawarkan pada pagi!" Jawabku tanpa sadar membuat pedagang itu bingung.
Tak ada yang perlu dikembangkan di langit sana malam ini. Angkasa justru lebih anggun dengan bintang yang hanya berkedip barang sekali saja.
"Serius, Gin, ndak mau beli kembang api satu saja? Biar kosanmu ramai di menit terakhir 2015 nanti." Sikut Putra.
"Yaela Put, itu emang bakal bikin rame. Tapi rame di mata doang. Di hati mah sepi." jawabku lirih, berharap ia menangkap maksudku.
Buat apa meramaikan angkasa dengan api-api itu? Sementara dirimu sendiri belum yakin bahwa esuk hatimu akan seramai itu.
"Astagfirullah. Gina, kamu ngode aku?" balasnya penuh percaya diri.
"Hahaha. Kamu tuh ya, dapet pesan tersirat dari aku aja blum bisa nangkep apalagi dari Tuhan. Kamu aja sana yang beli, nanti aku nyalain di langit-langit hatimu, biar ia lebih hidup."
Dipergantian tahun, seharusnya hati yang lebih hidup dan seharusnya sengaja dihidupkan oleh sang pemilik. Bukan angkasa yang sudah selalu hidup dengan berjuta bintangnya. Terkadang malam itu membuat abai dengan rasa syukur yang perlahan mati. Kadangpula lalai dengan dosa yang belum sempat diinsyafkan.
"Yaudah, ikut aku beli mushaf aja, yuk, Gin!! Biar kamu ndak tadarusan sendiri malam ini."
Itulah menit terakhir sebelum ia meminangku menjadi istri sekaligus pendamping hidupnya.
Jika kutawarkan pada pagi, akankah ia membelinya? agar terwujud mimpi melihat bintang di kala terbit matahari.
"Tidak, Bang, terimakasih. Coba tawarkan pada pagi!" Jawabku tanpa sadar membuat pedagang itu bingung.
Tak ada yang perlu dikembangkan di langit sana malam ini. Angkasa justru lebih anggun dengan bintang yang hanya berkedip barang sekali saja.
"Serius, Gin, ndak mau beli kembang api satu saja? Biar kosanmu ramai di menit terakhir 2015 nanti." Sikut Putra.
"Yaela Put, itu emang bakal bikin rame. Tapi rame di mata doang. Di hati mah sepi." jawabku lirih, berharap ia menangkap maksudku.
Buat apa meramaikan angkasa dengan api-api itu? Sementara dirimu sendiri belum yakin bahwa esuk hatimu akan seramai itu.
"Astagfirullah. Gina, kamu ngode aku?" balasnya penuh percaya diri.
"Hahaha. Kamu tuh ya, dapet pesan tersirat dari aku aja blum bisa nangkep apalagi dari Tuhan. Kamu aja sana yang beli, nanti aku nyalain di langit-langit hatimu, biar ia lebih hidup."
Dipergantian tahun, seharusnya hati yang lebih hidup dan seharusnya sengaja dihidupkan oleh sang pemilik. Bukan angkasa yang sudah selalu hidup dengan berjuta bintangnya. Terkadang malam itu membuat abai dengan rasa syukur yang perlahan mati. Kadangpula lalai dengan dosa yang belum sempat diinsyafkan.
"Yaudah, ikut aku beli mushaf aja, yuk, Gin!! Biar kamu ndak tadarusan sendiri malam ini."
Itulah menit terakhir sebelum ia meminangku menjadi istri sekaligus pendamping hidupnya.
kenapa nggak ada yg ngajakin aku beli mushaf bareng? adanya aku beli sendiri, dibaca sendiri
BalasHapusBerdua kali.Ituh sama bayanganmuh :p
Hapussedih ya, cuman bisa bertemankan bayangan, yang kalau gelap entah hilang atau melebur.
BalasHapusNgajak anak kos kepatihan aja Prils 😇
BalasHapustakut ricuh kalo ngajak kos kepatihan
BalasHapus