Langsung ke konten utama

Kala Mentari masih Matahari

Kala hatiku membuka kotak tuanya
Setahun, dua tahun lalu kiranya ia masukkan dalam memori
Kala sajak masih belum ingin pulang ke rumah
Ah, kala itu
Kau masih merepotkanku!

Aku tak pernah punya modal untuk mendapatkanmu
Selain api dari mentari yang menyinari
Dan air yang menyejukkanku di pagi hari

Sekarang, kamu sudah seberkembang ini
Entah berapa umurmu sekarang
Sudah tidak mau lagi dilantunkan oleh pensajak lain
Maunya kusembunyikan di dalam hati, malu

Kala itu,
Kamu perlu tau
Kamu masih suka berlari-lari, susah ku kejar hingga titik
Untungnya, aku menemui penyayangmu
Yang mampu menaruhmu rapi di atas kertas lusuh
Dia sangat menyangimu
Tak ingin rasa itu cukup berhenti padanya
Dia menularkannya padaku
Membiarkanmu berpetualang dengan tanganku

Ah, kamu masih ingatkah? saat aku mengejamu untuk pertama kalinya
Butuh satu dua pena untuk mendapatkanmu
Barangkali waktu hanyalah saat aku bertemu dengannya
Pemilik sajak yang berhasil memecah dan memulangkan ombak dengan damai
Memberi rasa rindu ombak pada pantai
Pemilik sajak yang bola matanya tak pernah lepas dariku
Karena aku pun ingin belajar menyangimu
Iya, kamu yang sekarang berhasil membuatku cinta

Perkenalkan dia adalah pujangga yang tak pernah lelah memperindah baitmu
Atau dia adalah seorang handai taulan yang tak pernah  usai memujimu,
Padahal sejarahmu ada padanya
Jejak kakimu ada di setiap pergerakannya menghampiriku

Dialah pemilik ilmu padi itu
Kau tau jam dinding?
Detiknya selalu berjalan mengiringi  
Hingga menit dapat berjumpa dengan jamnya

Seperti itulah dia membersamaiku

Suatu saat,
Saat dirimu tumbuh dan berkembang
Jangan lupa berjabat tangan dengannya

-Yang kusebut puisi ini, kupersembahkan spesial untuk pemilik nama Mutiara Ayu Miftakhul Hayati-

Komentar

  1. Terharu :')))))))))))))) terima kasih sahabat :')

    BalasHapus
  2. Terharu :')))))))))))))) terima kasih sahabat :')

    BalasHapus
  3. Itu bukan apa-apa dari yg syudah u bagi padklaku selama ini Yuk 😆

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rumah Pohon, Kebun Teh dan Basket

Sejak kapan kamu mengenal rumah pohon, kebun teh dan basket? Sejak ada film yang berjudul My Heart. Rachel, Farel dan Luna menjadi pemain utamanya. Yuki Kato memerankan Rachel dan Irshadi Bagas memerankan Farel. Jujur dulu aku tak begitu suka tokoh Luna, jadi nama pemerannya pun tidak ingat sampai sekarang, kecuali pemeran versi dewasa yaitu Acha.  Banyak hal yang kutiru di sana. OMG betapa besar efek film My Heart bagi diriku waktu itu. Kebetulan waktu kecil aku memang tomboy sekali. Hal itu membuat teman SD sering memadankan aku dengan tokoh Rachel. Aku mulai berimajinasi bahwa kota Bogor serindang yang diilustrasikan di dalam film. Persahabatan seindah yang diperankan. Bermain di kebun teh seasik di lakon film. Basket pun. Saat itu aku bermimpi bisa main ke Bogor mengunjungi danau dengan dua perahu yang dinaiki Rachel dan Farel, naik ke rumah pohon mereka trus main ke kebun teh yang dingin dan sejuk. Dulu entah mengapa pengin banget tinggal di Bogor. Iya, bermula dari...

Review Film Al-Ghazali Kimia Kebahagiaan

Data / Identitas Film : Judul Film                               : Al-Ghazzali Kimia Kebahagiaan Oleh                                        : Ovidio Salazar Pemeran             : Ghorban Nadjafi sebagai Abu Hamid Muhammad Al-Ghazali Dariush Arjmand sebagai Nizam al-Mulk Robert Powell sebagai Pengisi Suara Al-Ghazali Mitra Hajjar sebagai istri Ghazali Abdol Reza Kermani sebagai Ahmad Ghazali Muhammad Poorsattar sebaga Sufi Guardian Ali Mayani sebaga Magician “Kita datang ke dunia ini lalu meninggalkannya, sejauh itu sudah pasti kurasa.   Jalan tempat kit...

Menit Terakhir

Malam ini bintang gemintang tlah luluh di tangan ribuan manusia. Di antaranya berjajar rapi di lapak para pedagang. "Mari, mbak, dibeli kembang apinya sebelum kehabisan." Jika kutawarkan pada pagi, akankah ia membelinya? agar terwujud mimpi melihat bintang di kala terbit matahari. "Tidak, Bang, terimakasih. Coba tawarkan pada pagi!" Jawabku tanpa sadar membuat pedagang itu bingung. Tak ada yang perlu dikembangkan di langit sana malam ini. Angkasa justru lebih anggun dengan bintang yang hanya berkedip barang sekali saja. "Serius, Gin, ndak mau beli kembang api satu saja? Biar kosanmu ramai di menit terakhir 2015 nanti." Sikut Putra. "Yaela Put, itu emang bakal bikin rame. Tapi rame di mata doang. Di hati mah sepi." jawabku lirih, berharap ia menangkap maksudku. Buat apa meramaikan angkasa dengan api-api itu? Sementara dirimu sendiri belum yakin bahwa esuk hatimu akan seramai itu. "Astagfirullah. Gina, kamu ngode aku?" b...