Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari September, 2017
Kulihat dari jauh, Matamu begitu sengit pada hujan Rintik demi rintik yang kau kira rindu itu, ternyata hanyalah pemudar senja Bibirmu bergerak, seakan mengeja ketakutan-ketakutan dalam diri Segenap keteguhanku seolah ingin menyambangimu Berbisik tentang gerangan yang tak kau relakan hilang "Tenanglah, Tuhan akan menjaga namamu dalam hatinya. Hujan takkan memudarkan namamu, ia akan membeningkan." Namun justru kau sendiri yang menjadi hujan dalam pikirmu. Memudarkannya.
Ya Allah, jika memang kekhilafan dan kurangnya iman dalam diri yang membuatku merasa sukar memperjanjang silaturahmi, maka bantulah aku untuk meningkatkan dan menjaga keimanan.

Bagiku,

Bagiku, dirimu sendirilah yang berhak menentukan sesuatu yang pantas kamu lakukan Aku tak berhak menghakimi Kamu pun Segala yang terlewat batas akan berbeda di mata kita karena batasanku dan batasanmu berbeda Bagimu, perkataan ringan mungkin terasa berat Perkataan berat terasa ringan Bisa jadi akupun begitu, bisa juga tidak Lagi-lagi berbeda Cukup dinikmati dan diterima saja Tak perlu dipaksa untuk sama Kau mungkin merasa begitu baik bagi dirimu, dan banyak orang yang menerimamu Tapi, bisa jadi bagiku, kau tidak lebih hanya seorang yang begitu sering menyakitiku, dengan lisan dan pikiranmu Kamupun Bagiku, Dirimu sendirilah yang berhak menentukan

Kepada Rindu yang Tertahan

  Jika rindu punya dermaga Akankah dia duduk di tepian senja Menunggu perahu-perahu kecil berlayar menujunya  .... Jika rindu punya dermaga  Mungkinkah tidak akan ada yang tertahan atau menguap jadi hujan Ia akan berlayar ke mana saja menaiki perahu kecil  Ia akan membujuk angin tuk sejalan dengannya Iya, sebelum ia temukan nahkoda 

Duhai

Duhai, tak bisakah waktu menghentikan segala penantian lalu kita pasrah saja pada sebuah pertemuan yang direncanakan Tuhan AKU, KAMU DAN RINDU duduk bersama dalam iman Duhai, tak bisakah kau mengerti? Bagaimana gugupnya aku menyembunyikan segala rasa saat berada di depanmu Betapa bingungnya aku menjadikan yang tak biasa menjadi biasa saja di hadapanmu Betapa banyak kekata yang takut kukatakan padamu karna khawatir akan mengalirkan segala yang tak seharusnya Betapa tidak nyamannya aku dengan kekakuan yang tak biasa kulakukan selain kepadamu Duhai, tak bisakah kau katakan sesuatu padaku?

Ibu

Air mengalir dari hulu ke hilir Mudik dan bermusim dalam naungan samudra Saat hujan, Ia teteskan segala keegoisan dan kepandiran dalam tanah Berharap tiada lagi yang tersisa dan terbawa menuju muara baru Dalam kekeringanku, ia selalu berusaha hadir Namun awan terlalu  naif untuk mendung Matahari merah merekah, dan tiada yang bisa menjadikannya ada, kecuali Yang Maha Air mengalir dari hulu ke hilir, Kutersingkap dalam doa sang ibu Ia merayuNya tuk jadikan kepahitan dalam diriku tiada Ia hadirkan senja buatannya tuk kunikmati dikala suka dan duka Ia kirimkan ribuan kristal cinta yang singgah dalam dada, Dalam pelukannya, air mengalir dari hulu ke hilir Terisak haru nan syukur, menemukan muara yang tercipta dari Yang Esa Surga tempat kuterlahir
Saringan Aku butuh saringan yang lebih lembut Agar lebih sedikit keburukan yang kulakukan Agar lebih mudah konsisten dengan hal-hal baik dan sesuai dengan ketentuanNya Untuk kuterapkan dalam hidupku

Antara saat dan taat

Kurasa aku tidak sepercaya diri itu Tuk yakin bahwa benar benar akan ada sekotak keseriusan yang kuterima dari kurir yang kan mengirimku pada kehidupannya Kepada setiap yang datang Mohon maaf, bukan kumenutup segala hal tentang diriku kepadamu Kuhanya ingin menghormati masa depanmu Dan mempertahankan yang namanya masih menjadi yakinku Karena tiada yang kuyakini lagi selainnya Kepada kamu yang datang Bersilaturahmilah sesuai adab Ini bukan lagi waktunya untuk bercanda