Langsung ke konten utama

Sepucuk Surat untuk Yang Tersayang

Bu, terimakasih sudah berjuang keras mempertaruhkan jiwa dan ragamu demi melahirkanku. Terimakasih telah membelikan aku baju terbaik.
Memberikan aku motor yang bagus buat sekolah.
Mengijinkan aku buat ikut piknik ke Jakarta.
Bu terimakasih telah memberiku uang saku yang sangat layak.
Membiayai sekolah dari TK sampai lulus S1. Bu, ga kerasa ya Bu, udah hampir 19 tahun kau berjuang buat membiayai pendidikanku.
Bu, terimakasih sudah memberiku banyak kejutan. Terimakasih telah memberikan aku HP diam-diam. Memberi tanpa kumemintanya.
Bu, terimakasih telah membuatkan aku kamar ternyaman. Kasur yang empuk, selimut yang tebal. Bu, terimakasih karena telah mengizinkanku terbang KKN ke Belitong. Terimakasih karna tak pernah berhenti menyemangatiku. Menguatkanku saat aku gagal. Bu, terimakasih atas segala keridhoanmu pada keinginan2ku yang begitu banyak. Terimakasih ya Bu, telah banyak menutupi aib-aibku kepada siapapun itu. Yang mungkin selalu membuat ibu malu jika mereka tau. Terimakasih telah menghadiahkan aku kulkas untuk mengembangkan bisnisku. Menerima dan selalu menyambut hangat kehadiran teman-teman dekatku setiap datang ke rumah. Bu terimakasih telah hadir di sisiku saat aku wisuda, lengkap dengan bapak. Terimakasih, aku senang dan bersyukur atas kebaya ungu yang kau pilihkan untukku. Terimakasih karena telah memberiku tempat tinggal yang layak di Solo. Bu, terimakasih sudah selalu menyediakan makanan-makanan lezat di rumah. Mengenalkan aku berbagai macam sambal, yang menjadi santapan favoritku. Bu, terimakasih telah banyak mengajari sekaligus mengizinkanku untuk memasak. Aku jadi jago masak Bu, meskipun masakan ibu jauh lebih enak dariku. Bu, terimakasih telah bersedia mendengarkan cerita tentang lelaki yang kucintai. Terimakasih untuk kesempatan yang ibu gunakan untuk menanyakannya, meski aku tak bisa menjawabnya. Bu, terimakasih banyak telah menerimaku.

Bu, terlepas dari aku anak yang bisa diharapkan di masa depanmu atau tidak, yang bisa kau banggakan atau tidak. Bu, sesungguhnya memiliki ibu seperti dirimu adalah anugerah terindah dari Allah Ta'ala. Ibu sesabar itu. Sekuat itu. Seperhatian itu.

Aku pasrahkan segala kebahagiaan ibu, kepada Allah Ta'ala. Begitu juga dengan Bapak.

Bu. Atas segala yang belum pernah kuberikan kepadamu. Aku mohon maaf. Mohon maaf sekali ibu, apabila hadirku justru jadi ujian hidupmu.

Semoga doa-doaku memberikan arti di mata Allah, bagi hidup ibu, dan bapak.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rumah Pohon, Kebun Teh dan Basket

Sejak kapan kamu mengenal rumah pohon, kebun teh dan basket? Sejak ada film yang berjudul My Heart. Rachel, Farel dan Luna menjadi pemain utamanya. Yuki Kato memerankan Rachel dan Irshadi Bagas memerankan Farel. Jujur dulu aku tak begitu suka tokoh Luna, jadi nama pemerannya pun tidak ingat sampai sekarang, kecuali pemeran versi dewasa yaitu Acha.  Banyak hal yang kutiru di sana. OMG betapa besar efek film My Heart bagi diriku waktu itu. Kebetulan waktu kecil aku memang tomboy sekali. Hal itu membuat teman SD sering memadankan aku dengan tokoh Rachel. Aku mulai berimajinasi bahwa kota Bogor serindang yang diilustrasikan di dalam film. Persahabatan seindah yang diperankan. Bermain di kebun teh seasik di lakon film. Basket pun. Saat itu aku bermimpi bisa main ke Bogor mengunjungi danau dengan dua perahu yang dinaiki Rachel dan Farel, naik ke rumah pohon mereka trus main ke kebun teh yang dingin dan sejuk. Dulu entah mengapa pengin banget tinggal di Bogor. Iya, bermula dari...

Review Film Al-Ghazali Kimia Kebahagiaan

Data / Identitas Film : Judul Film                               : Al-Ghazzali Kimia Kebahagiaan Oleh                                        : Ovidio Salazar Pemeran             : Ghorban Nadjafi sebagai Abu Hamid Muhammad Al-Ghazali Dariush Arjmand sebagai Nizam al-Mulk Robert Powell sebagai Pengisi Suara Al-Ghazali Mitra Hajjar sebagai istri Ghazali Abdol Reza Kermani sebagai Ahmad Ghazali Muhammad Poorsattar sebaga Sufi Guardian Ali Mayani sebaga Magician “Kita datang ke dunia ini lalu meninggalkannya, sejauh itu sudah pasti kurasa.   Jalan tempat kit...

Menit Terakhir

Malam ini bintang gemintang tlah luluh di tangan ribuan manusia. Di antaranya berjajar rapi di lapak para pedagang. "Mari, mbak, dibeli kembang apinya sebelum kehabisan." Jika kutawarkan pada pagi, akankah ia membelinya? agar terwujud mimpi melihat bintang di kala terbit matahari. "Tidak, Bang, terimakasih. Coba tawarkan pada pagi!" Jawabku tanpa sadar membuat pedagang itu bingung. Tak ada yang perlu dikembangkan di langit sana malam ini. Angkasa justru lebih anggun dengan bintang yang hanya berkedip barang sekali saja. "Serius, Gin, ndak mau beli kembang api satu saja? Biar kosanmu ramai di menit terakhir 2015 nanti." Sikut Putra. "Yaela Put, itu emang bakal bikin rame. Tapi rame di mata doang. Di hati mah sepi." jawabku lirih, berharap ia menangkap maksudku. Buat apa meramaikan angkasa dengan api-api itu? Sementara dirimu sendiri belum yakin bahwa esuk hatimu akan seramai itu. "Astagfirullah. Gina, kamu ngode aku?" b...