Langsung ke konten utama

Kata Lelaki itu, Aku adalah Perempuan yang Ceria

Seseorang melihatku adalah sosok yang ceria.
Dia berpikir bahwa dirinya segalau-galaunya manusia.
Padahal apa yang dia lihat pada diriku juga kulihat didirinya.
Tapi dia hanya menyadari keberadaan sisi menyedihkan dalam dirinya.

Aku bercerita padanya tentang beberapa masa laluku yang begitu pait.
Dan semakin pait saat kumengingatnya, terlepas aku telah mengikhlaskannya atau tidak.
Setiap dia hadir, aku selalu membukakan pintu untuk kesedihanku, dan membiarkan air mataku bermain tetes demi tetes berdenting seperti simfoni.

Dia tidak percaya.
Dia tidak menyangka. 

Aku menceritakan kepadanya tentang kehilangan paling besar dalam hidupku. Bukan, bukan kehilangan iman. Tapi kehilangan seseorang yang menularkan iman kepadaku, yakni almarhum kakakku. Kuceritakan ia tentang sosok kakak panutanku, hingga dia merasakan apa yang kurasakan. Kuceritakan perasaanku yang sebenarnya ada, saat melihat seorang kakak begitu penuh kasih sayang dengan adiknya. Hal yang dulu pernah kurasakan. Kudongengkan padanya rasa rindu yang teramat dalam pada kakakku, yang hanya bisa kusampaikan melalui doa. Dia hanya diberi jatah hidup sekali, dan sekarang ia telah kembali pada Illahi, dia takkan bisa hadir dalam kehidupanku lagi. 

Kuceritakan kepadanya satu per satu kesedihanku. Lalu, kebahagiaan yang kuciptakan sampai saat ini, tanpa menuntutku untuk bisa menciptakan dengan sempurna, tanpa menuntut diriku untuk mengharuskan kebahagiaan itu ada, yang penting aku nyaman yang penting aku tenang. Lalu kuceritakan bagaimana aku menemukan diriku, salah satunya tentang Semua Anak Kos Kepatihan Putri. 

Mungkin sebagian besar orang memandang kos kami terdiri dari orang-orang yang freak, konyol, dan lain-lain. Kuceritakan kepadanya tentang keseharian kami yang saling mendukung satu sama lain, bagaimana kami menertawakan kebodohan kami, dan bagaimana kami berusaha untuk tetap dekat dengan Yang Maha Esa. Kuceritakan semua padanya.

Hingga dia 'memelukku' erat. Bukan karena kasihan padaku, tapi karena dia menyadari bahwa dia tidak sendiri. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rumah Pohon, Kebun Teh dan Basket

Sejak kapan kamu mengenal rumah pohon, kebun teh dan basket? Sejak ada film yang berjudul My Heart. Rachel, Farel dan Luna menjadi pemain utamanya. Yuki Kato memerankan Rachel dan Irshadi Bagas memerankan Farel. Jujur dulu aku tak begitu suka tokoh Luna, jadi nama pemerannya pun tidak ingat sampai sekarang, kecuali pemeran versi dewasa yaitu Acha.  Banyak hal yang kutiru di sana. OMG betapa besar efek film My Heart bagi diriku waktu itu. Kebetulan waktu kecil aku memang tomboy sekali. Hal itu membuat teman SD sering memadankan aku dengan tokoh Rachel. Aku mulai berimajinasi bahwa kota Bogor serindang yang diilustrasikan di dalam film. Persahabatan seindah yang diperankan. Bermain di kebun teh seasik di lakon film. Basket pun. Saat itu aku bermimpi bisa main ke Bogor mengunjungi danau dengan dua perahu yang dinaiki Rachel dan Farel, naik ke rumah pohon mereka trus main ke kebun teh yang dingin dan sejuk. Dulu entah mengapa pengin banget tinggal di Bogor. Iya, bermula dari...

Review Film Al-Ghazali Kimia Kebahagiaan

Data / Identitas Film : Judul Film                               : Al-Ghazzali Kimia Kebahagiaan Oleh                                        : Ovidio Salazar Pemeran             : Ghorban Nadjafi sebagai Abu Hamid Muhammad Al-Ghazali Dariush Arjmand sebagai Nizam al-Mulk Robert Powell sebagai Pengisi Suara Al-Ghazali Mitra Hajjar sebagai istri Ghazali Abdol Reza Kermani sebagai Ahmad Ghazali Muhammad Poorsattar sebaga Sufi Guardian Ali Mayani sebaga Magician “Kita datang ke dunia ini lalu meninggalkannya, sejauh itu sudah pasti kurasa.   Jalan tempat kit...

Menit Terakhir

Malam ini bintang gemintang tlah luluh di tangan ribuan manusia. Di antaranya berjajar rapi di lapak para pedagang. "Mari, mbak, dibeli kembang apinya sebelum kehabisan." Jika kutawarkan pada pagi, akankah ia membelinya? agar terwujud mimpi melihat bintang di kala terbit matahari. "Tidak, Bang, terimakasih. Coba tawarkan pada pagi!" Jawabku tanpa sadar membuat pedagang itu bingung. Tak ada yang perlu dikembangkan di langit sana malam ini. Angkasa justru lebih anggun dengan bintang yang hanya berkedip barang sekali saja. "Serius, Gin, ndak mau beli kembang api satu saja? Biar kosanmu ramai di menit terakhir 2015 nanti." Sikut Putra. "Yaela Put, itu emang bakal bikin rame. Tapi rame di mata doang. Di hati mah sepi." jawabku lirih, berharap ia menangkap maksudku. Buat apa meramaikan angkasa dengan api-api itu? Sementara dirimu sendiri belum yakin bahwa esuk hatimu akan seramai itu. "Astagfirullah. Gina, kamu ngode aku?" b...