Langsung ke konten utama

Isu

Isunya aku akan pulang minggu ini. Singgah di Solo ternyata tak pernah bisa menghapus bayangan rumah yang penuh nuansa cinta. Cinta bersaudara. Terlalu sempit tulisan ini menjadi tempat menuangkan satu per satu potongan rasa. Tidak apa-apa. Aku takkan membuat diri sendiri merasa bersalah oleh apapun. Ketika sekian ribu langkah menyadarkan ada yang lebih penting diperjuangkan untuk singgah selainnya. Ya, isunya aku akan pulang. Berharap tak ada kisah lain yang mengharapkan kehadiranku di waktu yang sama. Tanpa berniat meninggalkan tokoh lain di berbagai kisah yang selalu berbeda latar. Tanpa berniat menipu jarak dan waktu dengan satu kata dekat melalui kotak yang seolah bernyawa. Tanpa berniat meninggalkanmu atau merelakan kamu sendirian. Tanpa berniat lari dari kenyataan yang ada. Tanpa berniat memisahkan diri dari masalah yang selama ini membesarkan jiwaku. Melebarkan hati. Memperteguh degup jantungku. Isunya aku akan pulang. Dan selalu berniat kembali.

Aku senang kau menangkap isu itu, Ibu. 
Aku senang menghubungimu meski sesungguhnya menghampirimu dan berada didekatmu adalah cara termenyenangkan untuk sekedar mendengar cerita dan memahami segala isi hatimu di rumah yang berjarak dengan kosanku. Kos Kepatihan Putri.
Aku senang meringankan langkahmu, atau sekedar membahagiakanmu, meskipun tak pernah berhasil menduplikat cara bapak yang selalu melebarkan tawamu
Aku senang saat kau meneleponku, menanyakan kabarku
Meski ku tau kau sendiri selalu lupa menanyakan kabarmu

Isunya aku akan pulang, Ibu. Tanpa bermaksud mengingat tetes air mata yang kutangkap setiap kali kau berbicara denganNya. Tanpa bermaksud mengingat sesosok kakak yang membawa sebagian tawamu pergi. 
Lalu mengiriminya bunga mawar putih, merah muda, atau warna lainnya.Berlagak seperti adik teromantis untuk kakaknya. Padahal aku ini adalah adik paling tak berdaya. Karena setiap waktuku tak pernah tau diri. Acuh. Tak selalu membersamai.
Tanpa bermaksud menodai hati seorang ayah yang tak pernah rela melihatku dekat dengan lelaki selainnya. 

Isunya aku akan pulang, merobek segala tulisan "Aku rindu" kemudian mengisahkan dalam gerak nyata. 
Dua puluh tahun adalah usia tua yang takkan pernah merasa muda sebelum mempersembahkan cinta terbaik padamu. Iya, terbaik.
Cinta yang menimang dirimu hangat dalam dekapan Syurga. Abadi.

Ah, isunya aku akan pulang. 
Terlepas dari ingatan tentang semua kasih sayang itu. Gelak tawa itu. 

Isunya aku akan pulang.
Tak sabar duduk berjajar dalam perjalanan Prambanan Ekspres
Kemudian tidur dan berharap pertemuanku denganmu, abadi
Meski kenyataannya dunia yang nyata ini sejatinya maya
Meski sejujurnya keabadian menjadi hal yang masih diperjuangkan

Isunya aku akan pulang, 
Tapi isunya pula Solo adalah rumah (kita)


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rumah Pohon, Kebun Teh dan Basket

Sejak kapan kamu mengenal rumah pohon, kebun teh dan basket? Sejak ada film yang berjudul My Heart. Rachel, Farel dan Luna menjadi pemain utamanya. Yuki Kato memerankan Rachel dan Irshadi Bagas memerankan Farel. Jujur dulu aku tak begitu suka tokoh Luna, jadi nama pemerannya pun tidak ingat sampai sekarang, kecuali pemeran versi dewasa yaitu Acha.  Banyak hal yang kutiru di sana. OMG betapa besar efek film My Heart bagi diriku waktu itu. Kebetulan waktu kecil aku memang tomboy sekali. Hal itu membuat teman SD sering memadankan aku dengan tokoh Rachel. Aku mulai berimajinasi bahwa kota Bogor serindang yang diilustrasikan di dalam film. Persahabatan seindah yang diperankan. Bermain di kebun teh seasik di lakon film. Basket pun. Saat itu aku bermimpi bisa main ke Bogor mengunjungi danau dengan dua perahu yang dinaiki Rachel dan Farel, naik ke rumah pohon mereka trus main ke kebun teh yang dingin dan sejuk. Dulu entah mengapa pengin banget tinggal di Bogor. Iya, bermula dari...

Review Film Al-Ghazali Kimia Kebahagiaan

Data / Identitas Film : Judul Film                               : Al-Ghazzali Kimia Kebahagiaan Oleh                                        : Ovidio Salazar Pemeran             : Ghorban Nadjafi sebagai Abu Hamid Muhammad Al-Ghazali Dariush Arjmand sebagai Nizam al-Mulk Robert Powell sebagai Pengisi Suara Al-Ghazali Mitra Hajjar sebagai istri Ghazali Abdol Reza Kermani sebagai Ahmad Ghazali Muhammad Poorsattar sebaga Sufi Guardian Ali Mayani sebaga Magician “Kita datang ke dunia ini lalu meninggalkannya, sejauh itu sudah pasti kurasa.   Jalan tempat kit...

Menit Terakhir

Malam ini bintang gemintang tlah luluh di tangan ribuan manusia. Di antaranya berjajar rapi di lapak para pedagang. "Mari, mbak, dibeli kembang apinya sebelum kehabisan." Jika kutawarkan pada pagi, akankah ia membelinya? agar terwujud mimpi melihat bintang di kala terbit matahari. "Tidak, Bang, terimakasih. Coba tawarkan pada pagi!" Jawabku tanpa sadar membuat pedagang itu bingung. Tak ada yang perlu dikembangkan di langit sana malam ini. Angkasa justru lebih anggun dengan bintang yang hanya berkedip barang sekali saja. "Serius, Gin, ndak mau beli kembang api satu saja? Biar kosanmu ramai di menit terakhir 2015 nanti." Sikut Putra. "Yaela Put, itu emang bakal bikin rame. Tapi rame di mata doang. Di hati mah sepi." jawabku lirih, berharap ia menangkap maksudku. Buat apa meramaikan angkasa dengan api-api itu? Sementara dirimu sendiri belum yakin bahwa esuk hatimu akan seramai itu. "Astagfirullah. Gina, kamu ngode aku?" b...